Pertumbuhan Kapasitas Listrik Panas Bumi Masih Minim, Ini Kendalanya
Pengusaha panas bumi mengungkapkan hingga saat ini pertumbuhan kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia masih lambat, yakni baru mencapai 40 megawatt (MW) per tahun. Ada sejumlah tantangan yang dinilai menghambat penambahan kapasitas energi bersih ini.
Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Prijandaru Effendi mengatakan, untuk mencapai target penambahan kapasitas pembangkit panas bumi yakni sebesar 3.355 MW sampai 2030. Dengan begitu, diperlukan penambahan kapasitas sekitar 450 MW per tahun.
Prijandaru menyebutkan, hingga saat ini kapasitas panas bumi yang terpasang baru sebesar 2.378 MW, atau rata-rata pertumbuhan panas bumi terpasang per tahunnya hanya sekitar 40 MW. Dengan begitu, menurutnya pertumbuhan energi panas bumi masih jauh dari sumber daya yang dimiliki sekitar 24.000 MW.
“Lambatnya pertumbuhan ini karena tantangan, terutama saat ini masih berproses untuk menemukan solusinya,” ujarnya dalam acara The 9th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition, di Jakarta, Rabu (20/9).
Dia menyebutkan, beberapa tantangan yang dapat menghambat pertumbuhan energi hijau tersebut yaitu, adanya kesenjangan harga listrik panas bumi dengan nilai keekonomian proyek yang menarik bagi investor.
Selain itu, tantangan lainnya yaitu sering terjadinya perubahan peraturan yang mengakibatkan ketidakpastian bagi pertumbuhan panas bumi, “Jadi semoga kedepannya tantangan ini bisa kita selesaikan bersama-sama,” kata dia.
Insentif Panas Bumi Dinilai Tidak Efektif
Kementerian ESDM memberikan sejumlah insentif dan kemudahan untuk menarik perusahaan besar untuk menggarap proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
“Untuk menarik investor, pemerintah menyempurnakan regulasi terkait panas bumi termasuk insentif fiskal dan non fiskal, mengurangi risiko eksplorasi melalui government drilling, menyiapkan mekanisme pembiayaan pada tahapan eksplorasi, menawarkan WKP dan WPSPE baru,“ ujar Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE, Harris Yahya kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu Senin (14/8).
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa menilai adanya insentif tersebut kurang efektif untuk menarik investor dalam berinvestasi di bisnis panas bumi. Menurut dia, investasi panas bumi masih dipandang tinggi oleh pelaku usaha.
“Insentif-insentif yang diberikan selama ini ada beberapa, dan insentif-insentif itu belum efektif untuk menurunkan resiko serta menarik minat investasi,” ujar Fabby kepada Katadata.co.id, saat dihubungi terpisah.
Dia mengatakan, kurang efektifnya insentif tersebut terlihat dari target pengembangan panas bumi yang belum sesuai dengan target awal yakni 7.000 MW pada 2025. “Kita harusnya sudah mencapai 7.000 MW pada 2025, lalu kemudian diundur oleh pemerintah menjadi 2030 target 7.000 MW itu,” ujarnya.
Dia mengatakan, apalagi sampai saat ini pengembangan panas bumi baru mencapai 2.350 MW. Artinya, target tidak tercapai sesuai dengan pertumbuhan yang diharapkan.
“Kita lihat dalam 3 tahun terakhir, pengembangan penambahan kapasitas pembangkit panas bumi ini itu paling 200-300 MW per tahun yang harusnya kita bisa tumbuh hingga 500-600 MW per tahun, kalau mau mengejar target tersebut,” jelasnya.
Diketahui, Indonesia memiliki kapasitas terpasang panas bumi terbesar ke-2 di dunia dan sudah dimanfaatkan sebesar 2.175,7 MWe atau 9% untuk Pembangkit Tenaga Panas Bumi (PLTP). Sementara potensinya mencapai 24 GW.