Dukung Keberlanjutan, PLN Fokus Kurangi Emisi Karbon
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kembali menegaskan peranannya dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Selama 3,5 tahun terakhir, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PLN telah meniadakan rencana pembangunan 13,3 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, perseroan mengganti PLTU batu bara sebesar 800 megawatt dengan pembangkit gas dan membatalkan perjanjian pembelian tenaga listrik PLTU batu bara sebesar 1,3 GW.
PLN juga mengganti 1,1 GW PLTU menjadi pembangkit bersumber energi terbarukan. Upaya ini dapat memangkas emisi sekitar 200 juta CO2 dalam waktu 25 tahun.
PLN juga mengembangkan energi hijau dengan membangun rancangan kelistrikan paling hijau dalam sejarahnya, yakni dengan menambah 52 persen pembangkit yang bersumber dari energi terbarukan. Perseroan pun akan mengakselerasi pembangkit energi terbarukan secara agresif hingga 75 persen berbasis air, angin, matahari, panas bumi, dan ombak.
Aktivitas tersebut diiringi pembangunan Green Transmission Line, yaitu jalur transmisi besar yang mengatasi mismatch antara lokasi episentrum energi terbarukan di luar Jawa dengan pusat ekonomi dan industri yang mayoritas berada di Jawa.
“Kita perlu membangun jalur transmisi ramah lingkungan dalam skala besar. Jika kita membangunnya, maka kita dapat menambah 32 GW energi terbarukan berbasis tenaga air dan panas bumi hingga 15 tahun ke depan,” kata Darmawan saat menjadi panelis HSBC Summit 2023, sebagaimana dikutip dalam siaran pers, Jumat (13/10).
Untuk memastikan pasokan energi terbarukan tetap stabil di tengah perubahan cuaca, PLN akan membangun smart grid. Hal ini dilakukan agar perseroan dapat mengakomodasi pembangkit surya dan angin dalam skala besar.
Darmawan menambahkan, transisi energi menjadi peluang Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan, menciptakan lebih banyak lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, serta membangun kapasitas sistem kelistrikan nasional yang baru.
“Bagi PLN, inilah kesempatan kita bertransformasi, dari perusahaan statis menjadi perusahaan dinamis dan berwawasan ke depan. Kami akan mengubah tantangan-tantangan ini menjadi peluang besar,” ujarnya.
Darmawan menekankan, transisi energi membutuhkan kolaborasi dan upaya dunia global. Kolaborasi kebijakan, teknologi, inovasi, dan investasi pada lingkup lokal, regional, dan internasional sangatlah penting.
Sementara itu, Chief Executive Officer HSBC Indonesia Francois de Maricourt mengatakan Indonesia mempunyai peluang pertumbuhan ekonomi yang besar dan signifikan, seiring meningkatnya rantai nilai manufaktur.
“Ketika klien berupaya untuk tumbuh dan memperluas operasi digitalisasi dan transisi ke model operasi yang lebih ramah lingkungan, kami berkomitmen untuk mendukung mereka,” ucapnya.