DPR Sebut RUU EBT Rampung Akhir 2023, Ini Bocorannya
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan Rancangan undang-undang energi baru dan terbarukan (RUU EBT) ditargetkan selesai akhir tahun ini. Aturan tersebut membahas mengenai transisi energi terbarukan, termasuk pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN.
Sugeng mengatakan, RUU EBT seharusnya sudah bisa diselesaikan sebelum acara G20 pada November 2022 lalu di Bali. Namun, terdapat sejumlah hambatan salah satunya daftar isi dari RUU tersebut baru diserahkan saat mendekati acara G20.
Dia mengatakan tengah memimpin panja DPR untuk menginventarisir masalah yang terkait RUU EBT.
"Dari 574 DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) dalam UU itu sudah diselesaikan 360 DIM. Insya Allah akhir tahun ini atau awal tahun depan paling lama, sebelum periode DPR ini sudah kita selesaikan,” ujarnya dalam agenda diskusi panel yang diselenggarakan Sisiplus Katadata bertajuk "Pathways to a Prosperous Indonesia - Powered by Renewable Energy" di Jakarta, Selasa (24/10).
Atur Soal PLTN
Dia berharap, RUU EBT dapat menciptakan ekosistem energi bersih berkembang sehingga lambat laun penggunaan energi fosil bisa berkurang. Pasalnya, menurut dia Indonesia hingga saat ini masih ketergantungan pada energi fosil seperti energi minyak BBM, gas dan batu bara.
Misalnya saja di bidang kelistrikan tercatat dari 77,4 Gigawatt (GW) atau setara 67,2% masih menggunakan PLTU batubara.
“Kami sebagai komisi VII terus mengupayakan bersama pemerintah bagaimana target net zero emission di 2060 tetap tercapai,” kata dia.
Sugeng menuturkan, Indonesia memiliki banyak potensi EBT yang bersumber dari energi panas bumi, surya, solar, angin, dan energi air pembangkit tenaga air. Namun demikian, dia mengatakan, Indonesia membutuhkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) jika ingin mencapai target net zero emission pada 2060.
“Maka aturan tentang PLTN itulah yang sedang kita siapkan juga dalam UU energi baru terbarukan,” kata dia.
Tak hanya itu, RUU EBT juga mengatur hidrogen sebagai bagian dari energi baru. Namun, RUU ini tidak menjelaskan secara detail sumber-sumber hidrogen yang akan menjadi fokus pengembangan. Pada dasarnya, hidrogen dapat berasal dari sumber energi fosil (grey hydrogen) maupun sumber energi terbarukan (green hydrogen).