PLTS Terapung Cirata Jadi Tonggak Akselerasi Pengembangan Energi Surya

Nadya Zahira
9 November 2023, 10:31
Perahu melintas di samping proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (12/9/2023). PLTS terapung di Waduk Cirata dengan kapasitas 192 megawatt peak (MWp) yang terbentang di area seluas 200
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.
Perahu melintas di samping proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (12/9/2023). PLTS terapung di Waduk Cirata dengan kapasitas 192 megawatt peak (MWp) yang terbentang di area seluas 200 hektare serta terdiri lebih dari 340 ribu solar panel dan mampu memproduksi 245 juta kWh bersih per tahun tersebut rencananya akan diresmikan pada 2023 mendatang oleh Presiden Joko Widodo.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung Cirata yang berlokasi di Waduk Cirata, Jawa Barat telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis (9/11). Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, pengoperasian PLTS terapung Cirata menjadi tonggak akselerasi pengembangan PLTS berskala besar di Indonesia yang praktis mati suri sejak 2020. 

Fabby mengatakan, seiring dengan semakin menurunnya biaya investasi PLTS yang menjadikannya sebagai pembangkit energi terbarukan termurah saat ini, Indonesia harus mengoptimalkan potensi teknis PLTS yang mencapai 3,7 TWp-20 TWp untuk mendukung tercapainya target puncak emisi sektor kelistrikan di 2030, dengan biaya termurah.  

Dia mengatakan, pemerintah dan PLN harus memanfaatkan potensi teknis PLTS terapung yang mencapai 28,4 Gigawatt (GW) dari 783 lokasi badan air di Indonesia untuk akselerasi pemanfaatan PLTS. Kajian IESR menemukan PLTS terapung skala besar dapat dikembangkan setidaknya di 27 lokasi badan air yang memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dengan total potensi mencapai 4,8 GW. Adapun investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan PLTS terapung skala besar ini sebesar US$ 3,84 miliar atau setara dengan Rp55,15 triliun.

“Pemanfaatan potensi PLTS terapung ini akan mempercepat pencapaian target bauran energi terbarukan dan meraih target net zero emission (NZE) lebih cepat dari tahun 2060,” ujar Fabby melalui keterangan resmi, Kamis (9/11). 

Untuk itu, pemerintah dan PLN harus mengoptimalkan potensi PLTS terapung dengan menciptakan kerangka regulasi yang dapat menarik minat pelaku usaha untuk berinvestasi di pembangkit ini. Salah satunya dengan memberikan tingkat pengembalian investasi sesuai profil risiko tetapi menarik dan mengurangi beban tambahan.

Dia menuturkan, salah satu yang perlu menjadi perhatian pemerintah adalah skema penugasan PLN kepada anak perusahaannya, yang selama ini menjadi opsi prioritas pengembangan PLTS terapung. Melalui skema ini anak perusahaan mencari equity investor untuk kepemilikan minoritas tetapi harus mau menanggung porsi ekuitas yang lebih besar melalui pinjaman pemegang saham (shareholder loan). 

“Skema ini menguntungkan PLN, tetapi memangkas pengembalian investasi bagi investor dan berisiko pada bankability proyek dan minat pemberi pinjaman,” kata Fabby, 

Selain itu, dia juga menyebutkan bahwa skema tersebut juga dapat menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat di antara para pelaku usaha, karena hanya mereka yang punya ekuitas besar saja yang bisa bermitra dengan PLN, dan mayoritas investor asing. Hal ini dapat berdampak pada minat investasi secara keseluruhan.  

Solusinya, PLN membutuhkan dukungan pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN) khusus untuk pengembangan energi terbarukan Opsi lainnya, pemerintah bisa memberikan pinjaman konsesi kepada PLN melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang kemudian dapat dikonversi sebagai kepemilikan saham pada proyek PLTS terapung.  

“Indonesia dapat meraup potensi potensi investasi dan listrik yang rendah emisi dari PLTS terapung dengan dukungan regulasi yang pasti dan mengikat dari pemerintah,” kata dia.

Sejatinya, pada Juli 2023, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M/2015 Tentang Bendungan yang tidak lagi membatasi luasan badan air di waduk yang dapat dimanfaatkan untuk PLTS terapung di angka 5%. 

Peraturan tersebut membuka peluang pengembangan PLTS terapung dengan skala yang lebih besar, dengan catatan bila menggunakan luasan badan air lebih dari 20%, perlu mendapatkan rekomendasi dari Komisi Keamanan Bendungan.

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan potensi PLTS terapung yang dapat dikombinasikan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) eksisting mencapai 12.055 megawatt (MW). Potensi itu tersebar di 28 lokasi dari Sumatera hingga Papua. 

Potensi PLTS terapung terbesar ada di tiga wilayah Sumatera yang mencapai 7.150 MW. Adapun potensi PLTS terapung mencapai 2.919 MW di enam wilayah Sulawesi.

Reporter: Nadya Zahira

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...