Brasil Tandatangani Kesepakatan Iklim Global untuk Melipatgandakan EBT
Brasil telah menandatangani kesepakatan untuk melipatgandakan energi baru dan terbarukan (EBT) secara global pada tahun 2030 dan meninggalkan penggunaan batu bara.
Kementerian Luar Negeri Brasil mengatakan negaranya telah bergabung dengan kesepakatan prospektif yang didukung oleh Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Uni Emirat Arab itu, pada Jumat (24/11).
Menurut laporan Reuters, seorang pejabat Eropa mengatakan, negara terbesar di Amerika Selatan ini sekarang menjadi salah satu dari sekitar 100 negara yang telah menandatangani kesepakatan tersebut.
Sumber-sumber Reuters mengatakan pada awal November ini, bahwa kesepakatan itu bertujuan agar secara resmi bisa diadopsi oleh para pemimpin yang menghadiri Konferensi Iklim COP28 yang akan dimulai pada 30 November 2023 di Dubai.
Dalam surat kepada Kementerian Luar Negeri Uni Emirat Arab, Kedutaan Besar Brasil di Abu Dhabi mengatakan bahwa mereka akan bergabung dengan kesepakatan yang berjudul "Janji Target Energi Terbarukan dan Efisiensi Energi Global."
Selain itu, seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Brasil mengonfirmasi bahwa negara tersebut telah memutuskan untuk bergabung dengan pakta tersebut. Untuk diketahui, Brasil sudah menjadi pemain utama dalam energi baru terbarukan. Lebih dari 80% listrik negara ini berasal dari sumber-sumber terbarukan, yang dipimpin oleh tenaga air, dengan energi surya dan angin yang berkembang pesat.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Brasil mengatakan meskipun negaranya mendukung peningkatan energi terbarukan hingga tiga kali lipat secara global, secara matematis hal ini tidak mungkin dilakukan di dalam negeri.
"Brasil tidak akan mampu melipatgandakan energi terbarukannya sendiri karena sudah sangat tinggi. Namun, Brasil sekali lagi memperkuat dukungannya untuk energi terbarukan," ujarnya seperti dikutip dari Reuters, Senin (27/11).
Rancangan janji energi terbarukan, yang ditinjau oleh Reuters, berkomitmen untuk mengurangi penggunaan energi batu bara yang tidak berkelanjutan, termasuk mengakhiri pembiayaan untuk pembangkit listrik tenaga batu bara baru.
Batu bara hanya menyumbang lebih dari 1% dari listrik Brasil, menurut statistik resmi. Hal ini juga mencakup janji untuk melipatgandakan tingkat efisiensi energi tahunan global menjadi 4% per tahun hingga tahun 2030.
Investasi Energi Terbarukan Meningkat Hampir Tiga Kali Lipat
Konferensi PBB terkait Perdagangan dan Pembangunan (United Nations Conference on Trade and Development/UNCTAD) mengatakan, investasi energi terbarukan meningkat hampir tiga kali lipat karena Perjanjian Paris atau Paris Agreement pada 2015 lalu.
Namun, UNCTAD menyebut, sebagian besar uang mengalir ke negara-negara maju. Sementara itu, negara berkembang masih membutuhkan sekira US$1,7 triliun untuk setiap tahun untuk mengembangkan investasi energi terbarukan.
"Ini termasuk untuk jaringan listrik, jalur transmisi, dan penyimpanan. Mereka (negara berkembang) hanya menarik sekitar US$544 miliar pada 2022," tulis UNCTAD dalam laporannya.
Laporan UNCTAD juga menunjukkan bahwa lebih dari 30 negara berkembang masih belum mendaftarkan proyek investasi internasional yang besar dalam energi terbarukan.
Namun, UNCTAD juga menyebut sebagian besar dari 10 negara berkembang dengan tingkat investasi internasional tertinggi dalam energi terbarukan, berinvestasi di sektor itu dari sebagian kecil total investasi asing langsung (FDI) mereka terima.
Modal merupakan penghalang utama untuk investasi energi di negara berkembang, yang dipandang lebih berisiko. Kemitraan antara investor internasional, sektor publik, dan lembaga keuangan multilateral dapat sangat mengurangi biaya modal," kata UNCTAD.
UNCTAD menghimpun 10 negara berkembang yang dinilai memberikan investasi terbesar untuk energi terbarukan. Nilai ini dihimpun dari 2015 hingga 2022.
Urutan pertama Brasil dengan nilai proyek investasi sebesar US$114,8 miliar. UNCTAD menyebut, Brasil memiliki pangsa energi terbarukan 32% dari total nilai proyek energi terbarukan.
Kedua, Vietnam dengan nilai US$106,8 miliar. Adapun proporsi pangsa diproyeksikan mencapai 31%. Ketiga, Chili, dengan nilai US$84,6 miliar dan proporsinya mencapai 54%. Keempat, India, dengan nilai investasi sebesar US$77,7 miliar dan proporsinya mencapai 14%.