PLN Ajak Kolaborasi Global untuk Capai Target Net Zero Emission 2060
PT PLN menyatakan perlu kolaborasi global untuk mengatasi masalah perubahan iklim karena satu ton emisi karbondioksida (CO2) di Dubai akan menimbulkan dampak yang sama dengan satu ton emisi CO2 di Jakarta. Di KTT Iklim COP28, PLN memaparkan skema Accelerating Renewable Energy Development (ARED) sebagai langkah agresif perseroan mendukung pencapaian Net Zero Emission (NZE) Indonesia pada 2060.
"Persoalan iklim adalah persoalan global. Satu-satunya cara untuk terus maju adalah melalui kolaborasi," ujar Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam CEO Climate Talks di Indonesia Pavilion COP28 di Dubai, pada Kamis (30/11).
Ia menegaskan transisi energi sangat penting dilakukan Indonesia untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang pesat saat ini. Tujuannya, adalah untuk menyediakan energi yang ramah lingkungan dan terjangkau.
"Transisi energi melalui percepatan pengembangan energi terbarukan juga merupakan peluang bagi kita untuk membangun kapasitas nasional, menciptakan lebih banyak lapangan kerja, memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, mengentaskan kemiskinan dan pada saat yang sama juga menjaga kelestarian lingkungan," kata Darmawan.
PLN telah merancang skema ARED untuk meningkatkan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) hingga 480 gigawatt (GW) pada tahun 2060. Bahkan, dalam rencana penambahan kapasitas pembangkit PLN sampai tahun 2040, 75% akan berbasis EBT dan 25% berbasis pada gas.
ARED akan menjadi agregator utama PLN dalam melakukan inovasi teknologi ramah lingkungan. Inovasi ini dijalankan dari hulu hingga hilir, contohnya pembangunan Upper Cisokan pumped storage yang berkapasitas 1.040 Megawatt (MW) dan PLTS Terapung Cirata yang berkapasitas 192 MWp di sektor pembangkitan.
Dari sisi transmisi, PLN merencanakan pembangunan green enabling trasnmission line yang didukung dengan smart grid. Darmawan menjelaskan, green enabling transmission line sangat krusial perannya untuk menyalurkan listrik dari lokasi sumber EBT yang terpisah dan terisolir ke pusat beban di kota-kota besar. Dirinya optimis upaya ini adalah jalan keluar untuk mengatasi mismatch beban antar pulau yang mencapai 33 GW.
"Mengapa kita perlu mengembangkan infrastruktur ini? Karena hal ini penting untuk menjaga keseimbangan dalam sistem PLN begitu listrik EBT yang memiliki karakter intermittent masuk. Hal ini sekaligus memungkinkan kami meningkatkan kapasitas sistem dalam menampung listrik EBT dari tenaga angin dan surya hingga 28 GW," kata Darmawan.
Dari sisi distribusi, PLN tengah menjalin kolaborasi untuk membangun pabrik solar PV, pasar karbon hingga pembangunan infrastruktur kendaraan listrik.
Untuk transisi energi di sektor transportasi, PLN telah menjalin kolaborasi dengan 23 partner industri otomotif. PLN menargetkan bisa membangun 1.000 charging station dan 1.900 pusat penukaran baterai secepatnya sehingga mendorong pengurangan emisi dari sektor transportasi secara signifikan.
"Event seperti COP28 ini memberi kita rasa bangga, meyakinkan kita bahwa komunitas global yang sebelumnya terfragmentasi telah bersatu. Di samping itu juga membuat kita percaya, apa pun tantangan yang ada di depan, kita mampu terus bergerak maju untuk memerangi perubahan iklim," pungkas Darmawan.
Executive Secretary of the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Simon Stiell memastikan COP28 akan mengedepankan akses keadilan bagi seluruh umat manusia. Stiell berpendapat agenda transisi energi mesti mampu menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi masing masing negara di dunia.
"Sebanyak 3,6 miliar orang rentan di seluruh dunia bergantung pada aksi iklim kita. Hal ini sekaligus membuka peluang dalam ekonomi hijau untuk menciptakan lapangan kerja baru, menjaga sekuritas energi, dan tentu saja memasok energi yang adil dan ramah terhadap lingkungan," kata Simon.