5 Daerah yang Berpotensi Jadi Produsen Hidrogen Terbesar di Indonesia
Pemerintah telah menyusun Strategi Hidrogen Nasional yang menjadi peta jalan pengembangan hidrogen di Indonesia. Dalam kajian tersebut, terdapat lima daerah yang diprediksi menjadi sumber hidrogen terbesar di Indonesia pada 2060.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Yudo Dwinanda Priaadi, mengatakan penggunaan hidrogen di Indonesia masih terbatas pada bahan baku pupuk, amonia, dan kilang minyak.
“Saat ini pengembangan hidrogen di Indonesia masih dalam tahap penelitian dan proyek percontohan,” kata Yudo dikutip dalam kajian "Strategi Hidrogen Nasional" yang disusun oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kamis (4/1).
Dikutip dari kajian tersebut, Indonesia memiliki potensi EBT yang besar, tersebar, dan beragam. Total potensi EBT mencapai 3.689 GW dari energi surya, hidro, bioenergi, bayu, panas bumi, dan laut.
Dari jumlah itu baru 0,3 % dari total potensi tersebut telah dimanfaatkan sejauh ini. Oleh karena itu, peluang pengembangan EBT untuk memproduksi hidrogen rendah karbon dari sumber EBT masih sangat terbuka.
Pemodelan NZE Kementerian ESDM menganalisis potensi sebaran produksi hidrogen rendah karbon dari EBT di berbagai wilayah di Indonesia.
5 Daerah Penghasil Hidrogen Terbesar
Berikut lima daerah di Indonesia memiliki potensi terbesar karena keberagaman potensi sumber EBT untuk memproduksi hidrogen pada 2060:
- Nusa Tenggara memiliki potensi terbesar yang melimpah dengan 16.572 GWh.
- Riau memiliki potensi untuk memproduksi hidrogen mencapai 14.402 GWh.
- Sumatra Selatan juga diprediksi akan mampu memproduksi hidrogen rendah karbon jauh di atas rata-rata nasional dengan 14.384 GWh.
- Papua memiliki potensi untuk memproduksi hidrogen mencapai 11.681 GWh.
- Jawa Barat memiliki potensi untuk memproduksi hidrogen mencapai 10.622 GWh.
Sebelumnya, Menteri ESDM, Arifin Tasrif, mengatakan salah satu poin penting dalam Strategi Hidrogen Nasional adalah pengembangan hidrogen rendah karbon untuk mendukung transisi energi dan dapat berkontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim di tingkat global.
"Pemanfaatan hidrogen rendah karbon sampai dengan tahun 2030 masih terbatas, namun diperkirakan bertumbuh signifikan hingga tahun 2060," kata Arifin .
Dia mengatakan, Kementerian ESDM akan mendukung pengembangan hidrogen melalui penyusunan regulasi, standar teknis dan keamanan yang dapat mendukung iklim investasi, serta mendorong pengembangan infrastruktur hidrogen yang handal dan terintegrasi. Upaya tersebut dapat berjalan dengan baik melalui kolaborasi dan keterlibatan semua pihak.
International Energy Agency (IEA) mengatakan komitmen investasi terbesar di skala global untuk pengembangan energi hidrogen berasal dari Jerman, yakni mencapai US$10,3 miliar pada 2021.
Sedangkan di kawasan Asia, komitmen investasi paling besarnya berasal dari Jepang, yakni US$6,5 miliar.