Co-firing di 43 PLTU Sukses Tekan Emisi Karbon 1,1 Juta Ton pada 2023
Kementerian ESDM melaporkan bahwa telah berhasil menekan emisi karbon dan gas rumah kaca sebesar 1,05 juta ton CO2e pada 2023 dari implementasi cofiring di 43 lokasi pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU.
Plt. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Jisman P. Hutajulu mengatakan, realisasi program cofiring di tahun 2023 mencapai 991.000 ton biomassa yang menghasilkan 1,04 Terawatt Hour (TWh) energi hijau.
“Capaian ini menunjukkan bahwa program cofiring telah berjalan dengan baik dan mampu meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan,” ujar Jisman pada saat konferensi pers capaian kinerja subsektor EBTKE tahun 2023 di Jakarta, dikutip Jumat (19/1).
Cofiring adalah proses pembakaran campuran bahan bakar fosil dengan bahan bakar terbarukan, seperti biomassa, biogas, atau hidrogen. Program ini dilakukan dengan mencampur biomassa, seperti serbuk gergaji, sekam padi, dan cangkang sawit, dengan batu bara pada PLTU.
Menurut Jisman, Implementasi cofiring menjadi salah satu solusi yang tepat untuk meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) tanpa menambah jumlah pembangkit baru. “Cofiring merupakan salah satu teknologi yang potensial untuk meningkatkan bauran EBT,” ujarnya.
Pada 2023, sebanyak 7 lokasi PLTU akan go live, menjadi total 43 lokasi. Tambahan 7 lokasi PLTU: PLTU Ombilin, PLTU Bengkayang, PLTU Holtekamp, PLTU Ampana, PLTU Tenayan, PLTU Tidore, dan PLTU Teluk Sirih.
Jisman mengatakan, pemerintah akan terus mendorong realisasi program cofiring di tahun-tahun mendatang. Pemerintah menargetkan realisasi program cofiring sebesar 2.830 ribu ton pada tahun 2024. “Kami akan terus berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan target itu,” kata dia.