Aturan Baru PLTS Atap Resmi Diterbitkan, Ekspor Impor Listrik Dihapus

Rena Laila Wuri
23 Februari 2024, 15:12
Petugas melakukan perawatan panel surya di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (31/7/2019). Berdasarkan rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) dengan potensi tiga gigawatt untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap, PT Peru
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Petugas melakukan perawatan panel surya di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (31/7/2019). Berdasarkan rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) dengan potensi tiga gigawatt untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menargetkan pengembangan lebih dari 1.000 megawatt yang terdiri dari inisiasi swasta dan PLN sendiri.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menerbitkan revisi peraturan menteri (permen) yang mengatur pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Hal ini tertuang dalam tertuang dalam Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).

Aturan tersebut disahkan per 29 Januari 2024. Salah satu yang menjadi sorotan Permen tersebut adalah penghapusan ekspor-impor atau net-metering listrik dari PLTS atap on-grid.

“Kelebihan energi listrik dari sistem PLTS atap yang masuk ke jaringan pemegang IUPTLU tidak diperhitungkan dalam penentuan jumlah tagihan listrik pelanggan,” tulis beleid Pasal 13 Permen 2/2024, dikutip Jumat (23/2).

Padahal, dalam aturan sebelumnya pengembang PLTS Atap bisa melakukan ekspor listrik ke pemegang IUPTLU.

Menanggapi hal itu, Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai peniadaan skema net-metering akan mempersulit pencapaian target Proyek Strategis Nasional (PSN) berupa 3,6 GW PLTS atap pada 2025. Hal itu juga akan menghambat target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun yang sama.

Fabby mengatakan pelanggan rumah tangga atau bisnis kecil akan cenderung menunda adopsi PLTS atap. Peniadaan skema net-metering akan menurunkan tingkat keekonomian PLTS atap khususnya di segmen rumah tangga.

"Tanpa net-metering, investasi PLTS atap menjadi lebih mahal,” kata Fabby dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/2).

Fabby mengatakan, pengguna juga harus mengeluarkan dana tambahan untuk penyimpanan energi (battery energy storage). Padahal Net-metering sebenarnya sebuah insentif bagi pelanggan rumah tangga untuk menggunakan PLTS Atap.

Dengan tarif listrik PLN yang dikendalikan, Fabby mengatakan, net-metering membantu meningkatkan kelayakan ekonomi sistem PLTS atap yang dipasang pada kapasitas minimum, sebesar 2 - 3 kWp untuk konsumen kategori R1. PLTS atap akan relatif mahal jika tanpa net-metering dan biaya baterai.

“Kapasitas minimum ini tidak dapat dipenuhi sehingga biaya investasi per satuan kilowatt-peak pun menjadi lebih tinggi. Inilah yang akan menurunkan keekonomian sistem PLTS atap,” ucapnya.

Jumlah pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) yang telah memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap mencapai 2.346 orang hingga Juni 2020. Terbanyak dari DKI Jakarta, yakni 703 orang pelanggan.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...