Alasan Pemerintah Izinkan Produsen EV Baterai LFP Bangun Pabrik di RI

Rena Laila Wuri
28 Februari 2024, 21:56
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin saat Workshop “Course to Zero (Emissions)” yang digelar International Council on CleanTransportation dan Katadata Green, di
Katadata
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin saat Workshop “Course to Zero (Emissions)” yang digelar International Council on CleanTransportation dan Katadata Green, di Jakarta, Rabu (28/2).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah mendorong produsen kendaraan listrik atau electric vehicles untuk membangun pabrik di Indonesia dengan memberikan insentif.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin mengatakan pembangunan pabrik mobil listrik akan tetap menguntungkan Indonesia, terlepas apakah mereka menggunakan baterai berbahan nikel maupun tidak.

Sebagai informasi, sebagian besar kendaraan listrik yang ada di Indonesia menggunakan baterai baterai LFP atau lithium ferophosphate yang tidak menggunakan nikel. Kendaraan listrik yang menggunakan baterai LFP misalnya BYD dan Wuling.

Padahal, Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Indonesia melakukan hilirisasi nikel yang digunakan untuk membuat baterai kendaraan listrik. 

Rachmat mengatakan, baterai nickel-manganese-cobalt atau NMC memiliki keunggulan karena lebih padat. Dengan demikian, baterai akan lebih ringan dan cepat saat ditambah daya atau charge.

"Dengan dimensi dan berat yg sama, dia lebih banyak minum listrik, dan stabil," ujarnya saat Workshop “Course to Zero (Emissions)” yang digelar International Council on CleanTransportation dan Katadata Green, di Jakarta, Rabu (28/2).

Sementara baterai LFP memiliki keunggulan karena materinya lebih banyak tersedia di mana-mana. Namun, biasanya baterai LFP lebih cepat hilang energinya di tempat dingin.

"Kalo di Indonesia itu untung, bisa pakai (baterai kendaraan listrik) apa aja sebenarnya," kata Rachmat.

Dia mengatakan, pemerintah tetap mendorong produsen mobil listrik mendirikan pabrik di Indonesia meskipun tidak menggunakan nikel. Pasalnya, banyaknya kendaraan listrik di Indonesia akan mendongkrak industri baterai kendaraan listrik tumbuh.

“Kalau tidak ada industri mobilnya, industri baterai tidak ada, paling kita mentok berhenti disini (baterry precursor),” ucapnya.

Dia mengatakan, terbangunnya industri kendaraan baterai tersebut akan mendorong hilirisasi nikel di Indonesia. Rachmat berharap, baterai kendaraan listrik tersebut bisa tumbuh dan melakukan ekspor ke berbagai negara.

"Mau baterainya LFP, mau NMC, monggo, yang penting dibikin di Indonesia. Nanti kita dapat hilirisasi nikelnya di sini," ujarnya.

Namun demikian, pemerintah juga mewajibkan tingkat komponen dalam negeri pada baterai. Hal itu diharapkan dapat mendorong pabrik kendaraan listrik di Indonesia menggunakan baterai buatan dalam negeri.

Melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) 28/2023 pemerintah mengatur bobot TKDN sebesar 40% dari nilai TKDN. Ketentuan itu berlaku untuk periode 2020-2029.

“TKDN nya adalah dari perakitan dan riset RND. Berarti sisanya yang paling besar itu adalah dari baterai,” ujar dia.

Baterai Kendaraan Listrik Bisa Didaur Ulang

Sementara itu, International Council on Clean Transportation (ICCT) menilai kendaraan listrik memiliki jangkauan tempuh lebih terbatas dibandingkan kendaraan berbasis mesin pembakar bahan bakar minyak (BBM) atau 'Internal Combustine Engine' (ICE). Dalam hasil studi menujukkan usia kendaraan listrik antara 18 sampai 20 tahun.

Sedangkan usia pakai baterai berkisar 3.000 sampai 5.000 kali pengisian daya. Peneliti senior ICCT, Georg Bieker, mengatakan data tersebut menunjukkan bahwa kendaraan listrik memiliki jangkauan tempuh mencapai 1 juta kilometer.

 Meski demikian, dia mengatakan, kendaraan listrik memiliki usia pakai yang jauh lebih lama. Hal itu dikarenakan bagian-bagian komponen penggerak yang digunakan kendaraan listrik lebih sederhana daripada kendaraan ICE.

Bieker mengatakan, komponen-komponen penggerak kendaraan listrik lebih mungkin dilakukan daur ulang. Misalnya saja bagian baterai yang didaur ulang maka bisa didapatkan kembali nikel, kobalt dan material lainnya.

Selanjutnya, bahan baku hasil daur ulang tersebut dapat digunakan lagi untuk membuat baterai lainnya. Dengan demikian, kendaraan listrik bisa disebut memiliki suatu siklus hidup yang lebih ramah lingkungan dibandingkan kendaraan BBM.

"Jadi dapat menggunakan kembali material-material itu untuk pabrikan baru," kata dia.

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...