Pensiun Dini PLTU Masuk Pembiayaan Hijau Perbankan, Ini Syaratnya

Rena Laila Wuri
4 Maret 2024, 18:14
Nelayan mencari kerang di sekitar PLTU Cirebon, Jawa Barat, Jumat (8/12/2023). Pemerintah menyatakan akan menonaktifkan PLTU Cirebon-1 pada Desember 2035 lebih cepat 7 tahun dari rencana awal yakni Juli 2042.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/Spt.
Nelayan mencari kerang di sekitar PLTU Cirebon, Jawa Barat, Jumat (8/12/2023). Pemerintah menyatakan akan menonaktifkan PLTU Cirebon-1 pada Desember 2035 lebih cepat 7 tahun dari rencana awal yakni Juli 2042.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memasukkan pembangkitan listrik tenaga uap (PLTU) batu bara ke dalam kategori hijau dalam Taksonomi Keungan  Berkelanjutan Indonesia (TKBI). Dengan demikian, program pensiun dini PLTU bisa mendapatkan pembiayaan berkelanjutan dari perbankan.

Namun demikian, terdapat sejumlah persyaratan PLTU yang bisa mendapatkan pembiayaan hijau untuk pensiun dini. Berdasarkan buku Taksonomi Keuangan Berkelanjutan yang diluncurkan OJK beberapa waktu lalu, PLTU yang akan pensiun dini itu harus dibangun sebelum 2031 dan ditutup sebelum 2050.

Selain itu, PLTU batu bara itu harus berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka sebesar 35% dalam waktu sepuluh tahun sejak beroperasi dari rata-rata tahun 2021.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan pihaknya memang menyederhanakan kategori di TKBI.

“Kita memang lebih menyederhanakan proses Taksonomi Hijau menjadi Taksonomi Keungan  Berkelanjutan Indonesia dalam pengertian bahwa ini hanya ada dua kriteria ada hijau dan transisi,” kata Dian dalam Peluncuran climate risk management & scenario analysis (CRMS) bertanjuk “Indonesian Banking Road to Net Zero Emissions” di Jakarta, Senin (4/2).

Untuk itu, TKBI sangat dibutuhkan perbankan untuk menerapkan keuangan secara berkelanjutan. Pasalnya, TKBI tidak semata-mata untuk sektor keuangan dalam bertransformasi menuju ekonomi yang lebih hijau, namun dampak ekonomi bagi masyarakat dan industri.

Sementara itu, Center of Economic and Law Studies (Celios) mengatakan OJK perlu mengevaluasi penghilangan kategori "merah" atau non-eligible dalam TKBI. Padahal,  klasifikasi "merah" masih diperlukan untuk menghindari risiko greenwashing dalam pembiayaan hijau.

Direktur Celios, Bhima Yudhistira, mengatakan pihaknya telah melakukan analisa dengan membandingkan TKBI dengan ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance Version 2.

"Kami mempertanyakan mengapa technical screening criteria (TSC) dalam TBI tidak memasukkan kategori merah," kata Bhima dikutip dari Kajian dan Rekomendasi Celios atas Konsultasi Publik Taksonomi Berkelanjutan Indonesia OJK, Kamis (25/1).

Celios memandang klasifikasi merah masih diperlukan untuk memperjelas aktivitas yang tinggi karbon dan menimbulkan kerusakan lingkungan. Jika kategori “merah” dihapuskan ini bertentangan dengan prinsip transisi energi yang berkeadilan.

Dia juga merekomendasikan perlunya pemisahan yang jelas antara kelompok Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang benar-benar sudah tidak perlu dibiayai lagi dengan kelompok yang masih mendapat pembiayaan. Selain itu, perlu adanya dukungan untuk industri daur ulang dan pengevaluasian rantai pasok (value chain) secara menyeluruh untuk setiap KBLI. 

Hal ini akan memastikan bahwa penilaian yang dilakukan dalam penentuan klasifikasinya mempertimbangkan seluruh kegiatan atau masa hidup (lifecycle) KBLI tersebut. Celios juga berharap TBI mendorong kegiatan ekonomi sirkular pada setiap KBLI yang dapat melakukan kegiatan daur ulang.

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...