Penyebab PLTS Atap Kini Tak Menarik untuk Segmen Rumah Tangga

Rena Laila Wuri
6 Maret 2024, 11:42
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta, Rabu (24/3/2021). Kementerian ESDM hingga Maret 2021 telah membangun sebanyak 193 unit PLT
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta, Rabu (24/3/2021). Kementerian ESDM hingga Maret 2021 telah membangun sebanyak 193 unit PLTS atap gedung, sementara sepanjang 2021-2030 pemerintah juga menargetkan pembangunan PLTS dengan kapasitas sebesar 5,432 Mega Watt untuk menurunkan emisi hingga 7,96 juta ton karbondioksida.
Button AI Summarize

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dianggap tidak menarik minat masyarakat, khususnya pengguna rumah tangga. Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menilai PLTS Atap justru lebih menarik untuk industri.

Ketua AESI, Arya Rezavidi, mengatakan ada sejumlah penyebab dimana dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024 akan menurunkan daya minat pengguna rumah tangga.

Pertama,mayoritas pelanggan rumah tangga memanfaatkan sumber energi dari PLTS Atap saat malam hari. Hal ini karena pengguna PLTS Atap segmen pengguna rumah tangga umumnya beraktivitas di luar rumah pada siang hari. Dengan demikian, konsumsi listrik pengguna rumah tangga tidak sebesar saat malam hari.

"Rumah tangga itu kebanyakan menggunakannya di malam hari, sedangkan surya (munculnya) di siang hari," kata Arya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Selasa (5/3).

Penyebab kedua, penghapusan aturan ekspor-impor hasil PLTS Atap membuat teknologi itu tambah tidak diminati. Padahal pada peraturan sebelumnya, masyarakat bisa mengekspor hasil PLTS Atap yang dihasilkan oleh pengguna PLTS Atap kepada PLN. 

Dengan begitu, masyarakat yang mengekspor listrik mendapat pengurangan tagihan listrik dari PLN. Menurutnya, PLTS Atap dinilai tidak menarik buat pengguna rumah tangga setelah kebijakan tersebut kini sudah dicabut.

"Sementara pengguna rumah tangga (kelebihan listriknya) sebagai investasi dengan begitu berharap mengurangi biaya PLN," ucapnya.

Namun, peraturan baru ini membuat sektor industri lebih berminat menggunakan PLTS Atap. Hal ini karena penggunaan listrik mereka tertinggi digunakan pada siang hari. 

Ia mengatakan berbagai sektor seperti pabrik dan gedung-gedung komersial akan merasakan langsung manfaat berkurangnya tagihan listrik karena PLTS Atap.

"Kalau pemanfaatan siang hari itu cocok. Pabrik, industri, gedung-gedung komersial itu pakainya siang hari. Jelas akan ada pengurangan PLN-nya," ujar dia.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana tidak menampik bahwa pengembangan PLTS Atap untuk rumah tangga akan kurang menarik dengan adanya aturan tersebut. Hal itu lantaran aturan yang baru meniadakan skema ekspor impor listrik.

"Rumah tangga itu kan pakai listriknya lebih banyak malam, padahal matahari kan adanya siang, nah ini kurang match di situ," kata Dadan keterangannya dikutip, Senin (26/2).

Dia mengatakan, hal itu berbeda dengan industri di mana penggunaanya listriknya lebih banyak dilakukan siang hari. Oleh karena itu, pemerintah akan mendorong pemanfaatan PLTS Atap untuk industri-industri.

Dadan mengatakan, konsumsi listrik industri relatif stabil. Penggunaan PLTS atap untuk industri diharapkan bisamengejar target sebesar 3,6 GW pada 2025. "Kita dorong (PLTS Atap) industri, karena punya baseload, dan itu skalanya besar-besar. Kita tidak menurunkan target, target PLTS Atap 3,6 GW 2025," ujarnya.

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...