Kajian Pembangkit Energi Nuklir RI Rampung 2030, Beroperasi Mulai 2040
Studi tapak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) ditargetkan rampung pada 2030. Sementara PLTN pertama di Indonesia ditargetkan bisa beroperasi pada 2040.
"Studi tapak sudah selesai di 2030, dan 2040 sudah punya PLTN,” Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) di Jakarta pada Rabu (12/3).
Sugeng mengatakan, kelanjutan proyek PLTN di Indonesia harus menunggu pembahasan RUU Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) rampung. Aturan tersebut akan menjadi dasar hukum operasi PLTN di Indonesia.
Menurut dia, Bapeten harus bekerja keras saat UU EBET disahkan. Ia meminta Bapetan untuk mempersiapkan tata kelola dalam pengembangan PLTN.
Sebagai informasi, RUU EBET tersebut akan memuat poin mengenai PLTN dan komersialisasinya. Menurut Sugeng, pembangunan PLTN merupakan komitmen untuk mengejar target Net Zero Emission di 2060.
Bapeten Susun Regulasi PLTN
Sementara itu, Bapeten tengah menyusun sederet regulasi untuk menunjang pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia. Bapetan mengalokasikan dana sebesar Rp 4,58 miliar untuk menyusun payung hukum tersebut pada 2024.
“Perumusan dan pengembangan peraturan perundang-undangan tentang nuklir pada tahun 2024 kami mengalokasikan sebesar 4,58 M,” kata Sugeng.
Sugeng mengatakan, Bapeten memiliki target menyusun Rancangan Undang-undang (RUU) Ketenaganukliran, Peraturan Pemerintah (PP) dan tiga Peraturan Presiden (Perpres) di 2024. Selain itu, Bapetan juga akan menyusun tiga Peraturan Badan (Perba), dua laporan pembinaan, dua naskah urgensi dan 16 rekomendasi teknis.
Ia mengatakan, Bapeten juga akan melakukan pengembangan sistem pengawasan PLTN. Bapeten akan menyusun kerangka kebijakan inspeksi PLTN yang akan digunakan untuk koordinasi antara Kementerian dan lembaga.
“Kemudian juga pengisian Standar Review Evaluasi Tapak PLTN. Serta menyusun dokumen Rona Awal Calon Tapak PLTN,” ucapnya.
Pembahasan RUU EBET Dilanjutkan Usai Pemilu
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu mengungkapkan bahwa pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) akan dilanjutkan usai pemilu.
“Mungkin akan segera dilanjutkan setelah rame-rame ini (pemilu), akan dilanjutkan,” kata Jisman saat ditemui di Kementerian ESDM pada Kamis (29/2).
Jisman mengatakan, Kementerian ESDM masih menanti undangan dari DPR untuk melanjutkan pembahasan mengenai RUU EBET.
“Kami menunggu undangan dari DPR. Saat ini belum ada undangan,” ujarnya.
Sementara itu ketika ditanya mengenai pembahasan power wheeling dalam RUU EBT, Jisman enggan berkomentar. “Nanti ya,” kata dia.
Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno menargetkan RUU EBT dapat rampung pada tahun ini.
Nuklir Paling Rendah Emisi
Untuk menemukan sumber energi listrik terbersih, Our World in Data menghitung emisi setara CO2 per gigawatt-jam (GWh) listrik yang dihasilkan selama siklus hidup pembangkit listrik untuk berbagai sumber energi. Ini termasuk jejak bahan baku, transportasi, dan pembangunan pembangkit listrik
Hasilnya, nuklir adalah sumber energi terbersih lantaran sedikit mengeluarkan gas rumah kaca. Emisi CO2 yang dihasilkan yaitu 3 ton CO2 per GWh.