Pengembangan Biodiesel Terganjal Moratorium Lahan Sawit

Rena Laila Wuri
1 April 2024, 16:58
Petani merawat bibit kelapa sawit di Desa Bunde, Kecamatan Sampaga, Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis (8/4/2021). Permintaan bibit kelapa sawit yang dijual Rp15.000 hingga Rp23.000 per pohon tersebut meningkat selama musim penghujan tahun ini.
ANTARA FOTO/ Akbar Tado/yu/rwa.
Petani merawat bibit kelapa sawit di Desa Bunde, Kecamatan Sampaga, Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis (8/4/2021). Permintaan bibit kelapa sawit yang dijual Rp15.000 hingga Rp23.000 per pohon tersebut meningkat selama musim penghujan tahun ini.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebut Indonesia bisa menjadi raja energi hijau dunia melalui pengembangan produk biodiesel. Hal ini sesuai dengan visi misi presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakilnya Gibran Rakabuming Raka.

Prabowo-Gibran ingin mengembangkan produk biodiesel dan bioavtur dari kelapa sawit, serta bioetanol dari tebu dan singkong.

“Selanjutnya, Prabowo-Gibran akan melakukan program B50 dan campuran etanol E10 dengan sumber daya yang ada pada 2029," tulis dokumen tersebut.

Namun begitu, Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono mengungkapkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mencapai target tersebut. Menururnya, produktivitas sawit harus ditingkatkan lagi.

Ia mengatakan salah satu caranya dengan penambahan areal baru khusus energi. Pasalnya dengan luas lahan sawit saat ini meskipun ada kenaikan produktivitas 5 ton minyak per tahun tetap belum cukup.

Saat ditanya mengenai kemungkinan ekstensifikasi dengan ketersediaan lahan saat ini, Eddy mengatakan pemerintah dapat memanfaatkan areal yang sudah terdegradasi. Dengan penggunaan areal ini, justru dapat berkontribusi mengurangi emisi karbon.

Akan tetapi, lahan ini hanya bisa digunakan oleh para petani. Hal ini karena adanya moratorium lahan sawit dimana perusahaan sudah tidak bisa memanfatkannya sejak Inpres no 5 tahun 2019.

Sayangnya, kata Eddy masih ada kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan areal ini. Padahal seharusnya, pemanfaatan lahan degradasi bisa dimanfatkan oleh petani sawit.

“Kalau untuk petani kemungkinan areal tersebut di kawasan hutan dan saat ini ada EUDR, kecuali pemerintah buat kebijakan baru bahwa khusus untuk energi diperbolehkan misal menugaskan khusus BUMN bekerjasama dengan petani membangun kebun sawit untuk kebutuhan energi Indonesia,” ujar dia.

Hal senada juga disampaikan, Ketua Pusat Studi Sawit IPB University (PUSDI SAWIT IPB) Budi Mulyanto. Budi melihat Indonesia bisa menjadi raja energi hijau dunia dengan memanfaatkan lahan terdegradasi.

Alih-alih untuk penambahan lahan baru, Budi mengatakan pemerintah bisa memanfaatkan kawasan hutan yang tidak berhutan. Luas kawasan ini sekitar 34 juta hektare (ha), lahan ini termasuk lahan terdegradasi, laha transmigrasi, perkebunan inti rakyat (PIR), lahan perkotaan dan perdesaan.

Budi mengatakan dalam pemenuhan kebutuhan sawit, pemerintah dapat membangun pertanian rakyat dengan memanfaatkan lahan tersebut.

“Kalau ini dikerjakan oleh pemerintahan baru akan sangat bagus, sekaligus memperbaiki ekosistem,” ujar dia.

Ambisi Biodiesel Prabowo - Gibran Butuh Lahan Sawit 23 Juta Hektare

Sebelumnya, Greenpeace Indonesia menyebut biodiesel, bioavtur, bioetanol adalah industri ekstraktif yang tinggi emisi. Dipercepatnya implementasi biodiesel akan semakin mempercepat ekstensifikasi lahan sawit.

 “Karena tinggi lahan, intensitas penggunaan lahannya tinggi. Mau tebu, mau singkong, mau kelapa sawit itu pasti akan menggunakan lahan,” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, Rabu (27/3).

Hal itu akan berdampak pada pembukaan lahan baru yang dapat mengakibatkan deforestasi.  Greenpeace menjelaskan tiga skenario yang memprediksi kebutuhan lahan dalam mewujudkan program kerja ambisius ini.

Pertama, business as usual atau yang sekarang sedang dijalankan yaitu Biodiesel 35 (B35). Kedua, alokasi biodiesel ambisius sampai B40 dalam rentan waktu tertentu. Ketiga, alokasi biodiesel agresif B50 sampai 2042.

Greenpeace memprediksi adanya peningkatan signifikan permintaan minyak sawit untuk konsumsi Indonesia dari 2023 hingga 2042. Untuk memenuhi permintaan tersebut, dibutuhkan minyak sawit mencapai 67,1  juta ton pada skenario pertama.

“Dalam skema ini kebutuhan untuk peningkatan permintaan pada skema 2042 itu mencapai 23 juta hektare,” ucapnya. Iqbal mengatakan saat ini sudah ada sekiat 16 juta Ha lahan sawit. Dengan begitu, masih memerlukan sekitar 7 juta Ha lahan baru untuk memenuhi kebutuhan konsumsi minyak sawit.

Padahal saat ini hanya tersisi 3,4 juta hektar hutan alam tersisa di dalam konsesi sawit. Dimana hutan tersisa berada di Kalimantan dan Papua.

Ambisi untuk terus menaikkan tingkat campuran biodiesel akan meningkatkan kebutuhan ekspansi lahan kebun sawit secara signifikan.Dengan arah pengaturan perlindungan hutan yang ada, hutan alam tersebut mungkin akan lenyap dalam beberapa 2 dekade mendatang.

 

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...