AS Minta Cina Tidak Jual Produk Energi Terbarukan dengan Harga Murah
Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen menyebut investasi besar-besaran Cina di produk-produk energi terbarukan dapat menghancurkan pasar global. Hal ini karena produk buatan Cina harganya lebih murah dibandingkan produksi dari negara lain.
Yellen mengatakan praktik perdagangan seperti ini tidak adil dan dapat mengancam bagi bisnis dan pekerjaan di AS bahkan negara lain. Ia lantas memperingatkan Cina agar tidak memproduksi produk-produk energi terbarukan yang berlebihan seperti kendaraan listrik, baterai, panel surya, dan barang-barang lainnya.
Pasalnya, hal ini dapat membuat perusahaan di AS dan negara-negara lain gulung tikar sementara perusahaan Cina terus mendapat keuntungan. Hal ini disampaikan Yallen dalam pertemuan musim semi Dana Moneter Internasional (IMF) dan World Bank, Selasa (16/4).
“Jadi, ini bukan lapangan bermain yang setara. Dari sudut pandang rantai pasokan, saya pikir itu menciptakan risiko. Kami mendorong Cina untuk mengurangi produksi karena itu tidak adil bagi pekerja dan perusahaan kami,” kata Yellen seperti dikutip dari Reuters, Rabu (17/4).
Dalam perjalanannya ke Cina awal bulan ini, Yellen mengatakan telah berdialog dengan pejabat setempat. Dalam dialog tersebut, Yellen membahas kesepakatan bisnis, satu di antaranya adalah upaya kedua negara untuk mengatasi perubahan iklim.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Tiongkok Liao Min mengatakan kepada Yellen agar delegasinya dapat berkunjung ke Washington DC. Dengan begitu, ia berharap kerjasama Cina-AS akan tetap berjalan dengan baik.
Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Rystad Energy, penjualan kendaraan listrik global tahun ini diperkirakan akan meningkat sebesar 18,5% menjadi 17,5 juta unit. Cina memainkan peran penting dalam ekspansi pasar kendaraan yang berkelanjutan berkat pertumbuhan yang cukup besar dalam produksi domestiknya.
Rystad Energi mengatakan Cina telah menyumbang 69% dari semua penjualan kendaraan listrik baru globql pada Desember 2023. Pertumbuhan penjualan kendaraan listrik ini diperkirakan bakal berlanjut.
Cina, Negara dengan Investasi Transisi Energi Terbesar pada 2023
Menurut lembaga riset BloombergNEF, nilai investasi transisi energi global mencapai US$1,77 triliun pada 2023. Nilai investasi ini naik sekitar 17% dibanding 2022 sekaligus menjadi rekor tertinggi baru.
Pada 2023, Cina mencatat investasi transisi energi terbesar, dengan nilai US$675,9 miliar atau 38% dari total investasi global. Di urutan berikutnya ada Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Prancis, Brasil, Spanyol, Jepang, India, dan Italia.
Data investasi transisi energi ini mencakup penanaman modal di sektor energi terbarukan, jaringan ketenagalistrikan, kendaraan listrik, pengembangan energi hidrogen, nuklir, sampai penyimpanan emisi karbon atau carbon capture and storage (CCS).
Adapun aliran modal transisi energi pada 2023 secara global paling banyak masuk ke sektor kendaraan listrik. "Kendaraan listrik menjadi pendorong utama investasi pada 2023 dengan nilai US$634 miliar, naik 36% dibanding tahun sebelumnya," kata tim BloombergNEF dalam laporan Energy Transition Investment Trends 2024.
Meski tren investasi transisi energi terus meningkat, BloombergNEF menilai seluruh dana tersebut belum cukup untuk mengantisipasi perubahan iklim. "Agar sejalan dengan skenario net-zero Perjanjian Paris, investasi tahunan di sektor kendaraan listrik, energi terbarukan, penyimpanan energi, dan jaringan listrik perlu dinaikkan dua kali lipat lebih dari saat ini," kata tim BloombergNEF.