Pelemahan Rupiah Bisa Berdampak pada Capaian Target Bauran EBT
Pelemahan Rupiah bisa berdampak pada capaian target bauran energi baru terbarukan (EBT). Pasalnya, komponen EBT masih banyak yang menggunakan barang impor.
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Kurs rupiah per dolar AS berkisar Rp 16.220 pada pekan keempat April 2024 ini.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan dampak pelemahan kurs rupiah bisa mempengaruhi target bauran EBT. Pasalnya saat ini, kapasitas produksi komponen lokal EBT masih rendah.
Dengan demikian, ketergantungan terhadap komponen impor sangat sensitif terhadap fluktuasi kurs. 4
“Ini sebagian berlaku bagi EBT dengan biaya komponen yang cukup mahal seperti geothermal, hidrogen dan turbin Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),” kata Bhima saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (22/4).
Namun demikian, Bhima mengatakan, harga jual komponen EBT sudah jauh lebih murah dari sebelumnya. Misalnya saja harga solar panel dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang turun signifikan karena makin banyaknya pemain yang memproduksi komponen tersebut.
Dia mengatakan, skala ekonomi dari komponen solar panel lebih terjangkau meski sebagian impor sehingga relatif makin kuat terhadap pelemahan rupiah. Perbandingan komponen biaya di tengah lemahnya rupiah juga bisa dilakukan antara ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar fosil seperti pembangkit diesel dengan EBT.
“Kurs melemah, harga minyak naik, maka pilihan bergantung pada pembangkit fossil justru makin memberatkan ongkos operasional dibanding EBT,” ucapnya.
Pemerintah Andalkan PLTS Atap
Sementara itu, pemerintah Indonesia mengandalkan PLTS untuk mengejar target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Hal itu termasuk membangun PLTS atap secara masif.
“Harapan yang dalam jangka pendek ya PLTS. PLTS itu kan bisa menjadi pembangkit yang skala besar maupun pembangkit yang ada di rumah. Di atapnya, di rumah masyarakat, di bangunan, di gudang. Ini kan bisa dilakukan secara bersama-sama,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, Rabu (17/4).
Indonesia masih berupaya mengejar target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% di 2025. Pada 2023, bauran energi baru terbarukan baru 13 persen saja.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengatakan Kementerian ESDM akan mengawal penambahan kapasitas pembangkit EBT di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Dirinya juga berkomitmen untuk menyusun daftar mana saja proyek pengembangan EBT yang harus diakselerasi secara singkat. “List up mana yang bisa diakselerasi secara singkat dan targetnya memang 23% di 2025 yang artinya 1,5 tahun lagi. Itu mana yang bisa didongkrak naik,” kata Eniya, Kamis (14/3).
Eniya membocorkan kemungkinan ada restrukturisasi target proyek-proyek EBT saat ini. Dengan demikian, pertumbuhan yang realistis akan terjadi dan target bauran EBT bisa tercapai.
Selain itu, Eniya mengatakan,Kementerian ESDM juga akan melakukan pemetaan potensi EBT di daerah. Pemetaan ini dilakukan untuk meningkatkan realisasi bauran energi dari sumber energi yang lebih bersih.