Survei McKinsey: 30% Pemilik Mobil Listrik Global Ingin Kembali Pakai Mobil BBM

Happy Fajrian
26 Juli 2024, 13:47
mobil listrik, kendaraan listrik, mobil bbm, mckinsey
ANTARA FOTO/Syaiful Arif/tom.
Pemilik mobil listrik melakukan pengisian daya di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Ultra Fast Charging (SPKLU) di rest area teras melati ruas tol Jombang-Mojokerto (Jomo) KM 695A Kedungmlati, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Jumat (22/12/2023).
Button AI Summarize

Survei terbaru yang dilakukan oleh McKinsey menemukan bahwa sekitar 30% pengguna mobil listrik di dunia ingin kembali menggunakan mobil BBM. Survei dilakukan di sejumlah negara termasuk Australia, Brazil, Cina, Jerman, Norwegia, Prancis, Italia, dan Korea Selatan.

Menurut survei ini, 46% pemilik mobil listrik di Amerika Serikat (AS) mungkin akan kembali menggunakan mobil BBM, jauh di atas rata-rata global 29% yang menyatakan mungkin atau sangat mungkin kembali menggunakan mobil BBM.

Adopsi kendaraan listrik sangat lambat di Amerika meskipun laporan kinerja terbaru dari GM dan Ford menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dalam penjualan kendaraan listrik. Namun harus diakui bahwa peningkatan tersebut berasal dari basis yang sangat rendah.

Kedua produsen mobil besar tersebut mengindikasikan bahwa mereka mengurangi perkiraan pertumbuhan dan produksi kendaraan listrik dalam waktu dekat.

GM mencatatkan penjualan kendaraan listrik meningkat 40% pada kuartal 2 tahun ini dibandingkan tahun sebeumnya. Namun penjualan ini hanya mencakup 3,2% dari total penjualan mobil di Amerika. Sedangkan Ford melaporkan penjualan mobil listrik naik 60% menjadi 24 ribu unit.

Tesla masih menjadi pemimpin pasar di segmen kendaraan listrik, namun penjualannya turun dan telah memangkas harga secara agresif untuk mendorong penjualan.

Sementara itu survei lainnya yang dilakukan Gallup menemukan bahwa lebih sedikit pemilik kendaraan BBM di AS yang mengatakan ingin beralih ke kendaraan listrik, dari 43% pada survei 2023 menjadi 35% pada survei tahun ini. Sedangkan persentase orang dewasa AS yang tidak berniat membeli kendaraan listrik naik dari 41% menjadi 48%.

CEO GM Mary Barra mengatakan bahwa pengalaman mengendarai kendaraan listrik adalah pengalaman yang akan lebih diminati pengemudi setelah mereka mengalami sendiri mengendarai kendaraan listrik itu.

Namun data McKinsey juga diperkuat oleh studi dari peneliti pasar otomotif Edmunds yang menemukan bahwa pada kuartal II, 39,4% kendaraan listrik yang digunakan sebagai tukar tambah, digunakan untuk membeli atau menyewa kendaraan BBM baru.

“Begitu seseorang kecewa akan sulit untuk menariknya kembali. Pengalaman mereka sudah terperosok ke hal negatif, mungkin itu komponen pengisian dayanya, atau mungkin jangkauannya kurang jauh, atau baterainya rusak,” kata Director of Insight dari Edmunds, Ivan Drury, dikutip dari CNBC, Jumat (26/7).

“Mungkin pembeli mobil listrik mengalaminya secara langsung dan itu sangat buruk. Mungkin mereka tinggal di daerah dengan cuaca dingin yang membuat mereka berkata ‘saya tidak akan pernah membelinya lagi’,” ujarnya menambahkan.

Tekanan penjualan kendaraan listrik tidak hanya mengakibatkan produsen mobil memangkas harga dan menawarkan lebih banyak insentif untuk menjualnya, dalam banyak kasus dengan suku bunga yang lebih rendah dan persyaratan sewa yang lebih baik daripada mobil BBM.

Tetapi tekanan ini juga menyebabkan penurunan tajam dalam harga kendaraan listrik bekas, yang sebelum tahun 2024 masih dapat dijual kembali dengan harga premium.

Kurangnya Infrastruktur Pengisi Daya dan Harga yang Mahal

Laporan McKinsey juga menemukan bahwa kurangnya infrastruktur pengisian daya publik yang memadai tetap menjadi masalah utama. Masih ada kesenjangan besar dalam distribusi pengisi daya kendaraan listrik.

Di AS, misalnya, 60% penduduk perkotaan tinggal di lokasi kurang dari 1,6 km dari lokasi pengisian daya kendaraan listrik. Namun di pinggiran kota, hanya 41% penduduk yang tinggal di lokasi kurang dari 1,6 km dari pengisi daya terdekat, dan hanya 17% di pedesaan.

Dari pengemudi kendaraan listrik yang cenderung membeli mobil BBM sebagai kendaraan berikutnya, 35% menyebutkan kurangnya infrastruktur pengisian daya umum yang memadai sebagai dasar keputusan mereka, dan 21% menyebutkan kecemasan tentang akses pengisian daya, menurut temuan McKinsey.

“Kekhawatiran dunia nyata yang disuarakan konsumen melalui survei arus utama akhirnya membuahkan hasil,” kata Drury. “Dan itu menunjukkan tingkat adopsi saat ini yang telah mandek, tetapi juga gagasan bahwa tidak semua orang akan membeli mobil listrik baru.”

Di saat yang sama, harga kendaraan listrik dinilai masih terlalu tinggi, baik untuk produsen maupun konsumen.

CEO Ford Farley mengatakan bahwa kendaraan listrik yang lebih kecil dengan harga yang lebih terjangkau menawarkan margin keuntungan yang lebih besar dibandingkan kendaraan listrik besar. Hal ini berkebalikan dengan mobil BBM di mana semakin besar mobil maka semakin besar marginnya.

Farley mengatakan hal ini lantaran mobil listrik besar harus dilengkapi dengan baterai yang lebih besar dan lebih mahal. “Pelanggan tidak akan membayar harga yang lebih premium untuk baterai yang lebih besar tersebut,” ujarnya.

Meskipun harga kendaraan listrik mengalami tekanan tahun ini, biaya adalah alasan paling umum kedua untuk kembali menggunakan kendaraan BBM di antara pembeli kendaraan listrik dalam survei McKinsey, dengan 34% pemilik mobil listrik mengatakan bahwa “total biaya terlalu tinggi.”

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...