Kapasitas Pembangkit EBT Bertambah 217 MW hingga Juni 2024, PLTA Terbesar

Ringkasan
- Gapki menilai wacana perluasan lahan sawit oleh Presiden Prabowo bertujuan untuk swasembada energi nasional, karena produksi kelapa sawit dalam negeri sedang mengalami stagnasi.
- Gapki mendukung peningkatan produktivitas melalui peremajaan sawit, sekaligus mengusulkan penanaman di lahan terdegradasi untuk mempercepat penyediaan minyak sawit untuk energi.
- Presiden Prabowo berencana menambah lahan sawit untuk menangkap peluang permintaan global yang tinggi, dan meyakini kelapa sawit memiliki dampak positif sebagai penyerap karbon.

Kementerian ESDM melaporkan bahwa penambahan kapasitas terpasang pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) hingga Juni 2024 mencapai 217,73 megawatt (MW).
"Hingga Juni, penambahan kapasitas terpasang pembangkit EBT 217,73 MW atau 66,6% dari target 326,91 MW sepanjang 2024," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif saat ditemui di kantor Direktorat Jenderal (Ditjen) Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Jumat (2/8).
Dari realiasi tersebut, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) mencatatkan pertumbuhan paling tinggi dengan capaian 75,17 MW atau 147% dari target sebesar 51,13 MW.
Namun jika dilihat dari kenaikan kapasitas terpasang, pembangkit listrik tenaga hidro atau air menjadi yang tertinggi dengan penambahan sebesar 127,56 MW. Capaian tersebut 66,4% dari target penambahan kapasitas tahun ini sebesar 192,08 MW.
Berikutnya pembangkit listrik tenaga bioenergi hanya mencatatkan penambahan kapasitas terpasang sebesar 15 MW atau 43,2% dari target sebesar 34,7 MW. Sedangkan tenaga panas bumi (PLTP) tidak mencatatkan penambahan kapasitas dari target 49 MW.
Sementara itu, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp 1,28 triliun dari target sebesar RP 2,19 triliun.
Bauran EBT 2025 Diprediksi Tidak Capai Target
Arifin mengatakan bahwa realisasi bauran EBT di Indonesia sulit untuk mencapai target yang ditetapkan sebesar 23% pada 2025 sebesar 23%. "2025 tidak sampai target, paling hanya 13-14%," ujarnya.
Kondisi tersebut terjadi karena kurangnya investasi di sektor EBT di Indonesia. Untuk itu, pemerintah terus menggalakkan program untuk mengerek angka bauran energi bersih di dalam negeri.
Salah satunya melalui program insentif kendaraan listrik atau electric vehicle (EV), penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di beberapa industri. "PLTS untuk industri-industri dan perumahan-perumahan ini harus bisa didorong," kata dia.