Kementerian ESDM Dorong Proyek PLTP Co-Generation, Beroperasi Mulai 2027
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendukung proyek Pembangkit Tenaga Listrik Panas Bumi (PLTP) Co-Generation yang dikembangkan oleh PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan PLN Indonesia Power dengan membentuk Joint Venture. Proyek PLTP Co-Generation ditargetkan dapat beroperasi atau Commercial Operation Date (COD) pada 2027 hingga 2029.
"Untuk geothermal ini ada juga yang Co-Generation, ditambahkan dari eksisting. Sudah ada target-targetnya dari 2027-2029 untuk COD," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (6/8).
Arifin mengatakan, PLTP Co-generation adalah proyek optimasi kapasitas yang dilaksanakan pada lapangan yang telah beroperasi komersial. Adapun potensi proyek Co-Generation adalah pada Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Lahendong, Ulubelu, Lumut Balai, Hululais, Kamojang, Sibayak, dan Sungai Penuh. Proyek-proyek ini diharapkan dapat beroperasi pada periode tahun 2027-2029.
Dia mengatakan, saat ini proyek PLTP co-generation tersebut telah mencapai tahap penandatanganan Joint Development Agreement (JDA) pada 30 Mei 2024 lalu. Fokus utama JDA adalah proyek PLTP Ulubelu Bottoming Unit yang direncanakan pengembangan dengan kapasitas 30 MW dan PLTP Lahendong Bottoming Unit dengan rencana pengembangan 15 MW. Kedua proyek ini ditargetkan dapat COD pada tahun 2027.
Arifin mengatakan, optimalisasi PLTP juga dilakukan melalui pengutamaan excess energy dari PLTP, yakni kelebihan listrik yang ada di PLTP yang sudah beroperasi. Kelebihan energi yang berasal dari PLTP diutamakan untuk dikirim ke dalam sistem ketenagalistrikan PLN.
Untuk PLTP yang diusahakan oleh PT PGE, yakni PLTP Kamojang, Ulubelu, Karaha, Lahendong, dan Lumut Balai, terdapat potensi optimalisasi mencapai 1.081 GWh. Angka tersebut diperoleh dari sisa total kapasitas pembangkitan netto sebesar 5.528 GWh dikurangi dengan kapasitas penyaluran ke PT PLN sebesar 4.447 GWh.
Sementara untuk PLTP PT Geo Dipa Energi, yakni PLTP Dieng dan Patuha, terdapat potensi optimalisasi sebesar 134 GWH. Kemudian untuk PLTP SMGP dan PLTP Sokoria sebesar 365,8 GWh; Star Energy Group (PLTP Salak, PLTP Darajat, dan PLTP Wayang Windu) sebesar 494,8 GWh; dan PLTP Sarulla yang dioperasikan oleh Sarulla Operations sebesar 24 GWh.
Arifin mengatakan, optimalisasi PLTP juga dilakukan dengan meminimalisasi curtailment di sistem Sulawesi Utara-Gorontalo (SulutGo). Pasalnya, saat ini terjadi kendala pada beberapa sistem ketenagalistrikan yang terdapat panas bumi, contohnya pada sistem SulutGo.
"Di sistem ini terdapat ketidakseimbangan antara penyediaan tenaga listrik pada wilayah SulutGo dengan pertumbuhan demand, sehingga menjadikan status ketenagalistrikan over capacity," ujarnya.
Dia mengatakan saat ini dimungkinkan pemberlakuan shutdown secara bergantian untuk pembangkit fosil, dengan tetap mempertimbangkan efisiensi selisih harga pembangkitan dari PLTU dengan dari PLTP.
Maka dari itu, diperlukan ekspansi jaringan transmisi dan distribusi PLN untuk memaksimalkan pemanfaatan panas bumi dalam memenuhi captive power tambang dan industri di Sulawesi.