Tingkatkan Daya Saing, Pemerintah Perlu Beri Insentif pada Industri Panel Surya

Image title
13 Agustus 2024, 15:59
Teknisi melakukan pemeriksaan panel surya di Gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (9/7/2024). Kementerian ESDM mencatat bauran energi baru terbarukan (EBT) sampai pada akhir 2023 baru mencapai 13,1 persen, dan pemerintah menar
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/Spt.
Teknisi melakukan pemeriksaan panel surya di Gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (9/7/2024). Kementerian ESDM mencatat bauran energi baru terbarukan (EBT) sampai pada akhir 2023 baru mencapai 13,1 persen, dan pemerintah menargetkan bauran energi nasional pada tahun 2024 sebesar 19,49 persen. Pada 2025 pemerintah optimis mampu memenuhi target 23 persen meski sulit tercapai karena realisasi investasi di sektor energi terbarukan masih belum signifikan.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pemerintah perlu memberikan insentif fiskal dan non fiskal untuk membantu produsen lokal dalam mengurangi biaya produksi panel surya di Indonesia.  Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Alvin Putra S, mengatakan hal itu untuk mendukung daya saing produk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dalam negeri.

“Terutama apabila industri tersebut ingin berorientasi ekspor,” ujar Alvin dalam Media Breafing di Jakarta, Selasa (13/8).

Alvin menilai hal tersebut diperlukan lantaran insentif yang ada di Indonesia saat ini masih sangat terbatas pada pembebasan bea masuk untuk barang modal, pemberian tax allowance, serta tax holiday di beberapa di beberapa kawasan ekonomi khusus (KEK).

Selain insentif, Alvin mengatakan, pemerintah perlu mendorong produsen panel surya dalam negeri agar dapat melakukan kerjasama dengan perusahaan luar negeri untuk melakukan transfer teknologi. Dengan menjalin kemitraan dengan produsen panel surya internasional, pelaku industri dalam negeri dapat mengakses teknologi terbaru dan meningkatkan kualitas produk mereka.

Untuk dapat meningkatkan daya saing produk lokal, perusahaan dan investor membutuhkan kepastian regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir IESR mencatat peraturan mengenai PLTS telah berubah sebanyak beberapa kali.

 “Peraturan PLTS itu sudah berubah 5 kali dalam beberapa tahun terakhir,” ujarnya.

Syarat TKDN Dalam PLTS

Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menurunkan komposisi kandungan lokal pada proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebesar 20 persen, dari sebelumnya lebih dari 40 persen. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri (TKDN) untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.

 "Kandungan semua PLTS 20 persen. Ini sangat penting dan sangat kursial karena sebelumnya juga belum diatur," ujar Direktur Jendral Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Jisman P Hutajulu dalam sosialisasi Permen ESDM No 11/2024, Senin (12/8).

 Sebagaimana diketahui, TKDN untuk proyek PLTS sebelumnya mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.

 Dalam Peraturan Menteri Perindustrian tersebut komposisi TKDN dalam pembangunan PLTS dibagi menjadi tiga yaitu PLTS tersebar sebesar 45,90 persen, PLTS terpusat berdiri sendiri senilai 43,72 persen, dan PLTS terpusat terhubung sebanyak 40 persen.

 Jisman mengatakan, Peraturan Menteri ESDM tersebut juga mengatur TKDN untuk Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) sebesar 15 persen dari yang sebelumnya belum diatur. 

 "PLTB tadinya belum ada. Kami ambil yang 15 persen, mengacu kepada pengalaman di proyek PLTB Jeneponto," ujarnya.

Dia mengatakan, penyesuain TKDN juga dilakukan pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).  Dalam aturan sebelumnya, PLTA dengan kapasitas sampai 15 megawatt (MW) wajib memiliki TKDN 70,76 persen. Untuk yang berkapasitas 15 sampai 50 MW, kandungan lokalnya 51,60 persen. Tingkat komponen lokal 49 persen diwajibkan untuk pembangkit 50 sampai 150 MW, dan 47,60 persen untuk PLTA lebih dari 150 MW.

 Sementara dalam Peraturan Menteri ESDM terbaru ditetapkan TKDN untuk PLTA dengan kapasitas terpasang sampai dengan 10 MW sebesar 45 persen, 10 sampai 50 MW sebesar 35 persen, dan lebih dari 50 MW sebesar 23 persen.

 Untuk PLTP,  Peraturan Menteri Perindustrian menetapkan TKDN untuk kapasitas sampai 5 MW sebesar 42 persen, 5 sampai 10 MW sebesar 40,45 persen, 10 samoai 60 MW sebesar 33,24 persen, 60 sampai 110 MW sebesar 29,21 persen, dan lebih dari 110 MW sebesar 28,95 persen.

 Sementara dalam Peraturan Menteri ESDM terbaru, TKDN untuk PLTP dengan kapasitas terpasang samoai 60 MW sebesar 24 persen, kapasitas lebih dari 60 MW sebesar 29 persen, dan kegiatan pengusahaan panas bumi secara terpisah sebesar 20 persen.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...