Relaksasi Aturan TKDN untuk Pembangkit EBT Bisa Lemahkan Ekonomi Nasional
Guru besar Institute Teknologi Sepuluh November (ITS), Mukhtasor, mengkritisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.11 tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Aturan tersebut dinilai dapat melemahkan perekonomian dan daya saing industri nasional.
Menurutnya, kondisi tersebut karena Permen terbaru Menteri ESDM itu menghilangkan kewajiban mencantumkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk proyek energi baru terbarukan (EBT) yang didanai pinjaman dari luar negeri.
"Sikap pemerintah membahayakan tata kelola energi di negara hukum, dan hal ini berpotensi melemahkan perekonomian dan daya saing industri nasional yang sudah menurun berkepanjangan," ujar Mukhtasor dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (16/8).
Mukhtasor mengatakan, sikap yang mengabaikan penyediaan barang dan jasa anak bangsa, melanggar undang-undang (UU) No. 30 tahun 2007 tentang energi. Dalam UU tersebut mencantumkan adanya kewajiban memaksimalkan TKDN dan kewajiban pemerintah untuk mendorong kemampuan penyediaan barang dan jasa oleh industri dalam negeri.
"Jika kemampuan industri dalam negeri tidak dikembangkan, kesempatannya dipersempit, dan jika persyaratan-persyaratan baru bagi TKDN ditambahkan dalam dokumen tender, serta upaya-upaya untuk melapangkan produk impor dibuka semakin lebar, itu adalah alarm tanda bahaya," ujarnya.
Ia meminta agar pemerintah tidak membuka peluang impor yang dapat menekan industri dalam negeri. Kondisi tersebut perlu diperhatikan di tengah daya saing industri Indonesia yang terus turun.
"Jangan pula karena ingin memenuhi persyaratan asing untuk menumpuk utang tambahan, lalu aturan UU mengenai TKDN ini dilanggar. Korbannya adalah industri dalam negeri, dan perekonomian pada umumnya," ungkapnya,
Relaksasi TKDN PLTS
Pada pasal 11 Peraturan Menteri ESDM no 11 tahun 2024, dinyatakan bahwa pemerintah dapat memberikan relaksasi TKDN bagi proyek pembangunan PLTS yang perjanjian jual beli tenaga listriknya ditandatangani paling lambat tanggal 31 Desember 2024.
Selain itu, proyek PLTS tersebut direncanakan beroperasi secara komersial paling lambat 30 Juni 2026 sesuai rencana usaha penyediaan tenaga listrik. Pemberian relaksasi tersebut dilaksanakan sampai dengan tanggal 30 Juni 2025, dengan ketentuan:
a. Daftar Proyek Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) ditetapkan melalui rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh menteri koordinator yang membidangi urusan koordinasi di bidang energi.
b. Proyek Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menggunakan modul surya yang dirakit di dalam negeri atau modul surya yang diimpor secara utuh oleh perusahaan industri modul surya dalam negeri; dan/atau perusahaan industri modul surya luar negeri, yang memiliki komitmen investasi untuk memproduksi modul surya di dalam negeri.
c. Kesanggupan penyelesaian produksi modul surya sesuai dengan ketentuan TKDN modul surya dalam waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2025.