Investasi Energi Baru Terbarukan Bertabur Insentif Pajak, Apa Saja?
Pemerintah Indonesia menyiapkan sejumlah insentif untuk pengembangan pembangkit listrik energi baru terbarukan. Hal tersebut terungkap dalam Buku Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) didukung oleh kebijakan fiskal yang komprehensif baik dari sisi perpajakan, belanja, maupun pembiayaan.
"Dari sisi perpajakan, Pemerintah telah menyediakan berbagai insentif perpajakan dan kepabeanan berupa tax allowance, tax holiday, pembebasan bea masuk, pembebasan PPN impor, dan PPh DTP untuk pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan," dikutip dari Nota Keuangan RAPBN 2025, Jumat (16/8).
Sejak 2016 hingga 2021, pemerintah telah mengucurkan pendanaan sebesar Rp 97,8 triliun per tahun untuk belanja demi mengantisipasi perubahan iklim. Untuk itu, pemerintah akan mengoptimalkan berbagai kebijakan pembiayaan seperti penerusan pinjaman, investasi pemerintah, penjaminan, dan pembiayaan kreatif .
"Pemerintah menyadari bahwa kebijakan pembiayaan akan efektif jika melibatkan peran BUMN dan swasta baik domestik maupun internasional," tpajakulis pemerintah.
Oleh karena itu, pembiayaan kreatif melalui skema blended financing menjadi opsi yang terus dioptimalkan untuk menutupi keterbatasan APBN dalam memenuhi kebutuhan pendanaan perubahan iklim.
Relaksasi Aturan TKDN
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri (TKDN) untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Aturan tersebut berlaku efektif mulai 31 Juli 2024.
Arifin mengatakan, berlakukanya regulasi baru tersebut diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan proyek infrastruktur kelistrikan berbasis EBT. Hal itu terutama persoalan pendanaan dari luar negeri.
"Selama ini banyak paket-paket proyek PLTS yang memang dibawa oleh investor ditawarkan dengan murah, tapi mereka satu paket. Kalau macet ya selama ini karena memang ada aturan TKDN, jadi mandek. Karena kalau pakai TKDN kan jadi mahal. Sekarang udah ada aturannya bahwa pendanaan luar negeri dengan itu boleh, banyak pendanaan dari luar negeri,"kata Arifin di Jakarta, Kamis (9/8).
Pada beleid tersebut dinyatakan bahwa setiap pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan tetap perlu diatur nilai minimum TKDN. Namun demikian, terdapat relaksasi aturan TKDN khususnya bagi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS.
Pada pasal 11, dinyatakan bahwa pemerintah dapat memberikan relaksasi TKDN bagi proyek pembangunan PLTS yang perjanjian jual beli tenaga listriknya ditandatangani paling lambat tanggal 31 Desember 2024. Selain itu, proyek PLTS tersebut direncanakan beroperasi secara komersial paling lambat 30 Juni 2026 sesuai rencana usaha penyediaan tenaga listrik.
Pemberian relaksasi tersebut dilaksanakan sampai dengan tanggal 30 Juni 2025, dengan ketentuan:
a. Daftar Proyek Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) ditetapkan melalui rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh menteri koordinator yang membidangi urusan koordinasi di bidang energi.
b. Proyek Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menggunakan modul surya yang dirakit di dalam negeri atau modul surya yang diimpor secara utuh oleh perusahaan industri modul surya dalam negeri; dan/atau perusahaan industri modul surya luar negeri, yang memiliki komitmen investasi untuk memproduksi modul surya di dalam negeri.
c. Kesanggupan penyelesaian produksi modul surya sesuai dengan ketentuan TKDN modul surya dalam waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2025.