Kementerian ESDM Terima Banyak Masukan dalam Pembahasan RPP KEN
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) dalam prosesnya telah menerima masukan dari beberapa unsur masyarakat. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama, Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan RPP KEN sudah melalui banyak pembahasan sebelum masuk ke rapat dengan DPR RI.
"Sudah melalui pembahasan dengan stakeholders. Pasti (banyak masukan). Kan sudah ada prosedurnya itu, ada uji publik, ada konsultasi publik dilakukan," ujar Agus saat ditemui di Kantor Ditjen EBTKE, Jakarta, Senin (9/9).
Agus mengatakan, RPP KEN merupakan salah satu Peraturan Pemerintah (PP) yang dapat dikatakan cukup istimewa. Pasalnya, dalam pembahasanya RPP KEN perlu melibatkan DPR dan beberapa pihak terkait.
"Bedanya PP yang lain harmoniasai selesai langsung ke Presiden. Kalau ini beda, karena harus konsultasi DPR dan kalau DPR oke baru ke Presiden," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dan Komisi VII DPR RI menyetujui RPP KEN sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
RPP KEN tersebut selanjutnya diproses oleh Menteri ESDM selaku Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"RPP Kebijakan Energi Nasional mencakup, satu penambahan Bab dari 6 Bab menjadi 7 Bab, penambahan Pasal dari 33 Pasal menjadi 93 (1 Pasal tetap, 39 Pasal berubah bersifat substantif, 4 Pasal berubah tidak bersifat substantif, dan 49 Pasal penambahan Pasal baru)," kata Bahlil dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM di Jakarta, Kamis (5/9).
Landasan penyusunan RPP KEN tersebut meliputi, perubahan lingkungan strategis yang signifikan baik nasional maupun global, target pertumbuhan ekonomi untuk menjadi negara maju pada tahun 2045. Kemudian, kemajuan pengembangan teknologi energi dan keanekaragaman jenis EBT secara pesat, dan kontribusi terbesar sektor energi dalam memenuhi komitmen nasional pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dan net zero emission (NZE) pada 2060.
Bahlil mengatakan, hasil pelaksanaan kegiatan focus group discussion (FGD) pembahasan tindak lanjut RPP KEN dengan Komisi VII DPR RI pada tanggal 29 Agustus 2024 dan Rapat Dengar Pendapat pada 5 September 2024 telah menghasilkan seluruh substansi dari pandangan delapan Fraksi Komisi VII DPR RI tersebut pada prinsipnya telah terakomodasi dalam substansi pengaturan RPP KEN.
"Sebanyak 24 pasal telah mendapat masukan dan keputusan bersama, yaitu terdiri dari 13 Pasal mengalami perubahan dan 11 pasal tetap," kata Bahlil.
Penyesuaian Regulasi dan Teknologi Baru
Selanjutnya, pimpinan Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengingatkan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi khususnya pasal 11 ayat 2 disebutkan bahwa kebijakan energi nasional ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR.
"Yang mendasari pemerintah mengajukan RPP KEN sebagai penggantian Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014, di antaranya adalah tidak tercapainya target dalam PP KEN seperti realisasi pasokan energi primer sampai 2022 yang masih di bawah angka proyeksi KEN dan realisasi pencapaian program energi primer," jelas Eddy.
Eddy mengatakan, target tersebut tidak tercapai antara lain disebabkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5% pada tahun 2019 dan pandemi COVID-19.
Di samping itu, PP KEN perlu dilakukan penyesuaian terhadap berbagai kebijakan regulasi dan perkembangan teknologi energi baru dan energi terbarukan yang semakin berkembang saat ini. Misalnya, dengan kebijakan transisi energi yang memiliki net zero emission, pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN), dan pemanfaatan teknologi rendah karbon. Selain itu, harus ada penyesuaian ancaman atas isu perubahan iklim yang dikaitkan dengan target nationally determined contributions (NDE) Indonesia dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca, khususnya di sektor energi.