RUU Energi Baru Terbarukan Gagal Disahkan di Era Jokowi, Investasi EBT Terhambat
Pembahasan Rancangan Undang-undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) tak kunjung rampung hingga Pemerintahan Joko Widodo akan berakhir pekan ini. Pengalihan pembahasan RUU EBET ke Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintahan yang baru dinilai dapat menghambat investasi energi baru terbarukan (EBT).
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan pelaku usaha membutuhkan kepastian mengenai berbagai regulasi dan insentif untuk mendorong EBT. Bhima mencontohkan pembahasan power wheeling atau sistem berbagi jaringan yang tak kunjung diputuskan akhirnya membuat investor bergeser ke negara lain, khususnya Vietnam.
"Negara lain sudah bisa jual energi bersih ke konsumen lewat transmisi yang disediakan negara," ujar Bhima saat dihubungi Katadata, Rabu (16/10).
Dia mengatakan, terdapat kekhawatiran berlebihan dari pemerintah dan PLN soal power wheeling. Hal ini menyebabkan keputusan investasi pembangkit EBT menjadi lambat jadi lambat. Padahal kekhawatiran power wheeling bisa dijawab dengan beberapa batasan atau safeguard sehingga pelaku usaha skala kecil menengah yang mau kembangkan pembangkit bisa gunakan transmisi milik PLN.
Menurut Bhima, fokus dari power wheeling adalah percepatan transisi energi khususnya bagi skala komunitas. Penggunaan power wheeling bisa membuat banyak usaha skala kecil dan menengah di daerah bisa mengembangkan pembangkit EBT sendiri karena surplus listriknya bisa dijual melalui PLN.
"Jika ada Bumdes (Badan usaha milik desa) mau kembangkan pembangkit mikro hidro kemudian transmisi nya kesulitan, nah power wheeling itu solusinya," kata dia.
Selain itu, Bhima mengatakan, belum jelasnya regulasi soal teknologi pembangkit yang ingin dikembangkan dalam RUU EBET menyebabkan pengusaha mengambil sikap wait and see. Semakin lama RUU EBET dibahas, dikhawatirkan akan menimbulkan semakin banyak problematika.
"Misalnya, ini kan stuck soal mau kembangkan nuklir tapi banyak risiko dan mahal, atau panel surya yang harganya makin murah dan opsi lainnya," ujarnya.
Terhambat Poin Power Wheeling
Pembahasan RUU EBET tinggal menyisakan satu poin pembahasan yang belum disepakati yaitu power wheeling. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengatakan permasalahan terkait sewa transmisi sebenarnya sudah dengan jelas tercantum dalam Undang-Undang (UU) Ketenagalistrikan yang telah diterapkan di Indonesia.
"Yang namanya sewa transmisi itu sudah dijelaskan di Undang-Undang Ketenagalistrikan. Itu sama persis yang kita cantumkan di RUU EBET ini," ucapnya di Jakarta, Kamis (4/7),
Dalam RUU EBET skema power wheeling, hanya ditambahkan penekanan khusus untuk EBT. Ia berharap dengan bahasa yang sama tetapi dengan penekanan khusus mampu mendorong akselerasi EBT di Indonesia.
"Nanti untuk harga ketentuan penggunaannya itu ditentukan oleh Menteri ESDM," kata dia.