UGM Kembangkan Turbin Angin untuk Bangun PLTB di Daerah Tertiggal
Tim Peneliti Departemen Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan turbin angin untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) Indonesia. Turbin dengan nama "Antasena" itu dikembangkan tim peneliti UGM yang terdiri atas Prof Indarto, Prof Deendarlianto, dan Dr Agung Bramantya bersama Puslitbang PLN.
"'Antasena hadir dalam usaha pemanfaatan energi bayu sebagai pembangkit tenaga bayu yang bertujuan untuk mendukung Carbon Utilization bagi daerah 3T," ujar Deendarlianto dalam keterangannya di Yogyakarta, dikutip Selasa (29/10).
Dia mengatakan keunggulan turbin angin tersebut bisa tetap berfungsi secara optimal dan mampu berputar pada kecepatan angin yang cukup rendah, yaitu sekitar 2,5 meter per detik. Kecepatan angin seringkali menjadi tantangan untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) di Indonesia.
"Saya kira inovasi dari turbin 'Antasena' ini merupakan salah satu solusi untuk mengatasinya," ujar dia.
Deendarlianto menuturkan PLTB merupakan salah satu program pembangkit PT PLN (Persero) Grup untuk menaikkan bauran EBT dan mendukung pencapaian target EBT sebesar 23 persen pada 2025. Target tersebut sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 dan Rencana Umum Energi Nasional.
Menurut Deendarlianto, PLN membutuhkan PLTB dalam membantu suplai listrik di daerah 3T. "PLN akan membantu penuh desain, prototipe, produksi massal, dan instalasi di sana, sehingga bisa digunakan langsung oleh masyarakat,” ujar dia.
Dia mengatakan turbin Antasena dibangun dengan material yang ramah lingkungan. Turbin tersebut menggunakan komposit dengan filler karbon yang diambil dari limbah karbon PLTU.
Setiap proses pembuatan turbin angin "Antasena", kata dia, menggambarkan komitmen para peneliti untuk membawa masa depan Indonesia menjadi lebih hijau dan lebih baik dan menjadi solusi terbaik bagi daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh energi konvensional.