Pemerintah Siapkan Regulasi yang Wajibkan Campuran BBM dengan Bioetanol

Image title
1 November 2024, 18:34
Petugas bersiap melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax Green 95 saat peluncuran BBM tersebut di SPBU MT Haryono, Jakarta, Senin (24/7/2023).
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Petugas bersiap melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax Green 95 saat peluncuran BBM tersebut di SPBU MT Haryono, Jakarta, Senin (24/7/2023).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan regulasi untuk mewajibkan pencampuran bahan bakar minyak (BBM) dengan bietanol. Langkah tersebut untuk mempercepat implementasi bioetanol di Indonesia.

Manadatori atau kewajiban untuk mencampurkan BBM dengan bahan bakar nabati (BBN) tersebut telah dilakukan untuk biodiesel. "Dalam waktu dekat ini akan menjadi regulasi yang resmi, sekarang sedang kita usulkan,"  ujar Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi, Kementerian ESDM, Efendi Manurung, dalam diskusi, di Jakarta, Jumat (1/11).

Efendi mengatakan, upaya peningkatan bauran BBM dalam bentuk bioetanol dan biodiesel dilakukan untuk menghemat devisa negara yang tergerus karena impor BBM. Selain itu, penggunaan bahan bakar nabati berkontribusi terhadap bauran energi baru terbarukan nasional.

Menurut dia, pemerintah akan mencoba berbagai jenis bahan baku yang dapat diolah menjadi etanol seperti jagung, batang sawit, pohon nipah, sorgum manis, dan juga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Hal itu bertujuan untuk mencari komposisi bioetanol yang paling tepat untuk diimplementasikan di Indonesia.

13 Produsen Bioetanol

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi, mengatakan Indonesia 13 produsen bioetanol yang tersebar di 11 wilayah di Indonesia. Tiga belas produsen tersebut menghasilkan bioetanol dengan kapasitas produksi sebesar 365 ribu kilo liter (kl) per tahun.

"Pada sekarang ini yang produksi bioetanol itu ada 13 produsen, di Medan, Lampung, Cirebon, Jogjakarta, Surakarta, Mojokerto, Jombang, Lamongan, Lumajang, Semarang, dan Bone," ujar Eniya saat dikonfirmasi Katadata, Senin (24/6).

Dari 13 produsen tersebut, baru 4 produsen yang mempunyai sistem peningkatan persentase etanol untuk dijadikan bahan bakar kendaraan atau fuel grade dalam produksinya. Sedangkan sembilan produsen lainnya baru mampu berada dalam posisi penyediaan etanol untuk bahan baku makanan dan obat.

Sebagaimana diketahui, untuk menjadikan bahan baku dasar seperti molase atau tetes tebu sebagai campuran bahan bakar kendaraan, dibutuhkan teknologi tertentu dengan tingkat pemurnian bahan dasar sampai dengan 99,8%.

Eniya mengatakan, Kementerian ESDM mendorong terciptanya ekosistem bioetanol di Indonesia. Pada 2023, PT Pertamina (Persero) telah melakukan uji coba pencampuran etanol sebesar 5 persen pada bahan bakar dengan research octane number (ron) 92 dan 98 yang disebut dengan Pertamax Green 95.

Uji coba pertama dilakukan pada 12 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Surabaya dan 5 SPBU di Jakarta. Jumlah SPBU uji coba tersebut bertambah lagi di bulan mei 2024 yaitu 95 SPBU di Surabaya dan 75 SPBU di Jakarta. Hingga akhir 2024, ditargetkan ada 100 SPBU di jawa terutama untuk Jabodetabek yang menggunakan Pertamax Green 95.

"Targetnya sampai dengan desember itu adalah 500 liter per hari per spbu target penjualan pertamax green 95," ucapnya.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...