Ajang COP29, PLN Percepat Transisi Energi Demi Ekonomi Tumbuh 8%
PT PLN (Persero) menyampaikan optimismenya dalam mempercepat transisi energi demi mendukung target pertumbuhan ekonomi 8 persen sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam Konferensi Tahunan Bidang Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, Senin (11/11), menyatakan transisi energi tidak hanya soal pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), tetapi juga mempertimbangkan keseimbangan pertumbuhan ekonomi, kemakmuran masyarakat, serta keberlanjutan lingkungan.
Karena itu, menurut Darmawan, PLN siap menggencarkan penyediaan energi bersih yang ramah lingkungan serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“PLN berkomitmen meningkatkan keamanan energi untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja, dan mengentaskan kemiskinan sembari menjaga lingkungan. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi PLN,” kata Darmawan dalam sesi bertajuk Indonesia’s 8% Sustainable Growth.
Sebagai bukti nyata, PLN empat tahun lalu telah menghapus pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 13 GW dalam perencanaan. Itu diklaim akan menghindarkan Indonesia dari 1,8 metrik ton CO2 dalam kurun 25 tahun.
“Itu adalah sinyal bahwa kami melakukan transisi energi,” kata Darmawan.
Pun begitu, saat ini PLN tengah menyiapkan peta jalan transisi energi Indonesia melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik. Pada 2040 mendatang, perusahaan memperkirakan Indonesia membutuhkan tambahan kapasitas listrik sebesar 100 GW.
Dari jumlah tersebut, 75 persen kapasitas pembangkit listrik akan berasal dari energi terbarukan, seperti air, panas bumi, angin, dan matahari. Di luar itu, PLN akan menyediakan pula listrik dari pembangkit berbasis nuklir sebesar 5 GW dan 22 GW berbasis gas.
Namun, menurut Darmawan, pemanfaatan EBT di berbagai wilayah Indonesia akan menemui sejumlah tantangan. Sebut misal, terdapat ketidaksesuaian antara lokasi suplai sumber daya EBT, seperti hidro dan panas bumi, dengan wilayah permintaan dari industri.
Karena itu, pemerintah saat ini tengah membangun jaringan transmisi green enabling sebesar 70.000km. Infrastruktur tersebut akan mengalirkan EBT dari Sumatera dan Kalimantan ke Jawa, serta Sulawesi dan Nusa Tenggara.
Selain itu, ada pula tantangan dalam penyediaan listrik dari tenaga surya. Saat ini, sistem PLN hanya mampu menampung 5 GW tenaga angin dan surya. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia tengah mengembangkan Green Smart Grid, sehingga kapasitas 42 GW tenaga angin dan surya dapat terpenuhi.
Darmawan memberikan penekanan bahwa, kendati pemerintah sudah memiliki rencana penyediaan EBT sedemikian, terdapat tantangan ihwal pembiayaan infrastrukturnya.
Secara keseluruhan, berdasarkan perhitungan PLN, total pembiayaan yang diperlukan untuk pengembangan EBT mencapai US$235 miliar.
Dengan berbagai tantangan dimaksud, Darmawan menyatakan tentunya PLN tidak bisa bekerja sendiri, serta mesti berkolaborasi dengan berbagai pihak. Dalam hal ini, dia memberikan penekanan bahwa krisis iklim adalah persoalan dunia. Dan, tidak ada negara yang sanggup untuk mengatasi persoalan ini sendiri.
“Kita perlu menciptakan kolaborasi inti global dalam hal strategi, inovasi teknologi, investasi inti, investasi gabungan, dan proyek gabungan,” kata Darmawan.
COP adalah konferensi tahunan PBB di bidang iklim yang dihadiri oleh semua negara anggota konvensi. Tahun ini COP telah memasuki masa penyelenggaraan ke-29 yang berlokasi di Baku, Azerbaijan. Berlangsung selama 11-22 November 2024, COP kali ini berfokus pada pembiayaan iklim untuk mengurangi emisi global.
Liputan khusus COP 29 Azerbaijan ini didukung oleh: