PGEO Targetkan Penambahan Kapasitas Panas Bumi 1,5 GW pada 2030
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menargetkan akan menambah kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) hingga 1,5 gigawatt (GW) pada tahun 2030. Penambahan kapasitas ini membutuhkan investasi hingga US$50 juta (Rp 793,86 miliar).
Direktur Utama PGEO Julfi Hadi mengatakan, untuk mencapai target tersebut perusahaan melakukan berbagai strategi, termasuk upaya menarik investor ke industri panas bumi di Indonesia.
“Pengembangan ini membutuhkan investasi hingga US$50 juta dengan kalkulasi pertumbuhan kapasitas pembangkit panas bumi hingga 10,5 GW,” ujar Julfi dalam keterangan tertulis, Kamis (14/11).
Julfi mengatakan, Pertamina membuat model risiko yang lebih rendah dalam pengembangan panas bumi agar bisnis panas bumi lebih menarik bagi investor. PGEO menggunakan teknologi electrical submersible pumps yang merupakan salah satu teknologi untuk bisa mereduksi risiko pengembangan panas bumi.
"Pompa akan menghasilkan peningkatan produksi bahkan di sumur subkomersial dan juga di pembangkit listrik. Dulu mengembangkan sektor geothermal itu butuh sepuluh tahun, sekarang bisa dikembangkan dalam lima tahun," ujarnya.
Upaya tersebut dilakukan karena panas bumi mampu menjadi baseload atau tulang punggung kelistrikan di Indonesia. Menurutnya, sumber energi yang stabil dan besar melalui panas bumi menjadi kunci dalam mendukung pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan pemerintah.
"Apalagi, dengan rencana pertumbuhan ekonomi yang ditopang dari industri hilirisasi serta manufaktur, membutuhkan pasokan listrik yang stabil dan bersih. Panas bumi merupakan jawabannya," kata Julfi.
Panas Bumi Jadi Sumber Energi Penting
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi, mengatakan panas bumi menjadi sumber energi yang penting untuk menjadi sumber energi bersih yang stabil untuk memasok seluruh kebutuhan listrik nasional.
"Potensi di Indonesia sangat besar, dengan posisi strategis yang memiliki potensi panas bumi lebih dari 23 gigawatt, di mana saat ini baru dimanfaatkan sekitar 2,5 gigawatt atau sekitar 11%," ujar Eniya.
Eniya menyebut, dengan memanfaatkan panas bumi maka penurunan emisi bisa mencapai 22 juta ton CO2 pada tahun 2030. Untuk itu, pemerintah indonesia berkomitmen mendukung semua pihak dalam pengembangan panas bumi dalam negeri.
"Presiden kita sudah berulang kali menekankan pentingnya geothermal, dan dukungan internasional dibutuhkan agar Indonesia dapat menjadi negara nomor satu dalam pemanfaatan geothermal di dunia. Kami juga telah menyederhanakan regulasi perizinan dan menaikkan return of investment (IRR) hingga 1,5%," ujarnya.