Pertamina Bangun Pabrik Bioetanol di Banyuwangi, Kapasitas 30 Ribu Kl per Tahun
Pertamina New and Renewable Energy bekerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) berencana membangun pabrik bioetanol di Banyuwangi, Jawa Timur. Pabrik tersebut akan memiliki kapasitas produksi 30 ribu kiloliter (KL) per tahun.
"Untuk bioetanol, kita memiliki ambisi meningkatkan kapasitas produksi, salah satunya dengan reaktivasi pabrik di Banyuwangi, Glenmore, dengan mengambil molase sebagai bahan baku bioetanol tanpa mengganggu produksi gula," kata CEO Pertamina NRE, John Anis, dalam Panel COP29, Rab (13/11).
Ia mengatakan Pertamina NRE telah memiliki peta jalan pengembangan bioetanol hingga 2031 untuk mendukung dekarbonisasi di sektor transportasi. Hingga 034 mendatang, proyeksi permintaan biofuel bisa mencapai 51 juta liter.
Ia mengatakan, Pertamina NRE merupakan pionir dalam bisnis rendah karbon di Pertamina grup. Selain meningkatkan kapasitas pembangkit EBT, Pertamina NRE juga mengembangkan Biofuel.
"Ini didasarkan pada apa yang kami sebut sebagai strategi pertumbuhan ganda. Karena kita masih memerlukan bahan bakar fosil, namun lebih bersih, dan pada saat yang sama kita harus mulai beralih ke bisnis rendah karbon. Jadi kami memaksimalkan bisnis tradisional sekaligus mengembangkan bisnis rendah karbon," kata John Anis
Dia mengatakan, Pertamina NRE menjadikan biofuel atau bahan bakar berbasis tanaman sebagai salah satu kunci strategis dalam mendukung transisi energi Indonesia. Upaya ini pun didukung penuh oleh legislatif maupun pemerintah.
Wakil Ketua MPR RI dan Anggota Komisi XII DPR RI, Eddy Soeparno menjelaskan Indonesia memiliki potensi dan sumber biofuel yang melimpah. Program B35 yang dilakukan oleh Pertamina menjadi bukti konkret dari upaya penurunan emisi.
"Indonesia juga memiliki sumber biofuel yang melimpah. Saat ini kita menggunakan B35, biodiesel 35, dari CPO. Kita memiliki sumber tebu, singkong, yang bisa digunakan sebagai bahan bakar nabati," kata Eddy Soeparno.
Apalagi, saat ini Pertamina sendiri sudah memiliki Sustainability Aviation Fuel (SAF). yang berbasis biofuel, termasuk dari minyak goreng bekas. Baru-baru ini, Indonesia berhasil mencampur 5% bahan bakar penerbangan berkelanjutan, dan ini telah berhasil diuji coba dalam penerbangan sekitar dua tahun lalu dan akan terus ditingkatkan.