IESR: Keluarnya AS dari Perjanjian Paris Tak Pengaruhi Pengembangan EBT di RI


Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menarik diri dari Perjanjian Paris atau Paris Agreement dinilai tidak akan terlalu berpengaruh terhadap pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan pengembangan EBT di Indonesia akan tetap jalan meskipun AS mengambil langkah mundur dalam kebijakan iklimnya.
"Pengembangan EBT di Indonesia tidak terdampak dengan keluarnya Trump dari Paris Agreement. Ini kan kebijakan unilateral AS," ujar Fabby saat dikonfirmasi Katadata.co.id, Jumat (31/1).
Fabby mengatakan, kejadian serupa pernah terjadi ketika Trump memimpin Amerika Serikat pada periode 2017-2021. Pada saat itu, sikap Trump yang menarik diri dari Paris Agreement tidak mempengaruhi transisi energi global dan pengembangan EBT di AS.
Pasalnya, kebijakan Trump keluar dari Paris Agreement itu tidak sepenuhnya didukung oleh negara-negara bagian. Ia menyebut beberapa negara bagian AS masih ada yang tetap mempertahankan target kualitas bahan bakar, dan meningkatkan pengembangan EBT.
"Negara bagian itu punya target masing-masing yang tidak melulu seselaras dengan target di tingkat federal," ujarnya.
Selain itu, komitmen yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam beberapa kesempatan di konferensi internasional menegaskan peningkatan pembangkit EBT dan mengurangi penggunaan pembangkit fosil. Hal ini harus menjadi acuan dalam pengembangan energi hijau di Indonesia.
Transisi Energi
Fabby mengatakan, selain komitmen tersebut kebijakan energi Indonesia arahnya adalah melakukan transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan. Salah satunya tergambar dalam draf Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang saat ini tengah dibahas. Dalam draf tersebut Indonesia harus mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 72% pada tahun 2060.
"Kebijakan energi nasional kita itu memandatkan adanya transisi energi berbasis energi terbarukan karena energi terbarukan posisinya gede di situ 70%-an," ucapnya.
Ia melanjutkan, transisi energi juga tercantum di dalam undang-undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2024-2045. Dalam UU tersebut tercantum target-target pembangunan sampai dengan tahun 2045.
"Indonesia PDB perkapitanya harus di atas US$ 30 ribu. Di sana ada target untuk mencapai bauran energi terbarukan sebesar 70% pada 2045," ungkapnya.