PLTU Baru Diprediksi Bertambah 62%, Berpotensi Tingkatkan Polusi Udara

Tia Dwitiani Komalasari
20 Februari 2025, 08:04
Pengendara sepeda motor melintas di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Cilegon, Banten, Minggu (8/9/2024). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menghentikan operasional 13 unit PLTU di Indonesia termasuk di antar
ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto/gp/nym.
Pengendara sepeda motor melintas di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Cilegon, Banten, Minggu (8/9/2024). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menghentikan operasional 13 unit PLTU di Indonesia termasuk di antaranya PLTU Suralaya, PLTU Paiton, dan PLTU Ombilin karena tingginya emisi yang dihasilkan.

Ringkasan

  • PT Chandra Asri Pacific berencana mencatatkan perdana saham anak usahanya, PT Chandra Daya Investasi di BEI, namun masih dalam tahap diskusi internal.
  • Rencana IPO tersebut diprediksi akan memperkuat permodalan, meningkatkan efisiensi operasional, dan menambah fleksibilitas keuangan.
  • Bisnis PT Chandra Daya Investasi di bidang investasi infrastruktur dianggap memiliki prospek yang baik dan menjadi salah satu motor pertumbuhan Chandra Asri Group.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Hasil riset terbaru dari lembaga think tank, Ember, menyatakan pembangkit listrik tenaga batu bara diproyeksikan tumbuh sebesar 62,7%, dan akan mencapai puncaknya pada tahun 2037.  Hal itu sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang akan menambah 26,8 GW pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru selama tujuh tahun ke depan, di mana lebih dari 20 GW berasal dari ekspansi PLTU captive.

PLTU captive adalah pembangkit listrik batubara yang terintegrasi langsung ke area industri. PLTU captive dikelola dan digunakan oleh pengguna energi industri atau komersial untuk konsumsi energi mereka sendiri. 

"Perluasan PLTU captive di saat pasar global beralih ke energi bersih merupakan keputusan yang kurang tepat. Indonesia memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan energi terbarukan, sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan," kata Analis Senior Iklim dan Energi untuk Indonesia di EMBER, Dody Setiawan, di Jakarta, Kamis (20/2).

Laporan ini menemukan bahwa PLTU baru akan menghadapi banyak tantangan, baik dari sisi finansial maupun regulasi. Di bawah kebijakan yang ada, PLTU baru hanya dapat beroperasi hingga tahun 2050, serta harus mengurangi emisi hingga 35% dalam waktu 10 tahun. PLTU juga tidak akan mendapatkan keuntungan dari harga batu bara DMO (domestic market obligation), sehingga memaksa operator untuk membayar harga pasar.

Dengan demikian, biaya pembangkitan listrik dari PLTU captive yang baru akan lebih tinggi daripada listrik dari PLN dan dari energi terbarukan. Perkiraan menunjukkan biaya tersebut dapat mencapai US$ 7,71 sen/kWh, jauh lebih tinggi dibandingkan biaya pokok pembangkitan PLN di 2020 sebesar US$ 7,05 sen/kWh dan tarif terbaru proyek pembangkit listrik tenaga surya dan bayu yang berkisar antara US$ 5,5 sampai US$ 5,8 sen/kWh.

"Memproduksi material untuk teknologi hijau dengan sumber energi yang beremisi tinggi merupakan pilihan yang kurang tepat. Indonesia seharusnya mulai mengurangi emisi industri smelternya dengan energi terbarukan, untuk meningkatkan aspek keberlanjutan dan daya saing produknya," ujar Dody.

Analis di Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA),  Katherine Hasan, mengatakan kurangnya kejelasan mengenai berapa banyak kapasitas daya listrik tambahan yang masih tersisa dalam perencanaan nasional membahayakan upaya Indonesia untuk mewujudkan Visi Emas 2045.

"Dengan adanya rencana pertumbuhan yang sebagian besar terpusat di Pulau Sulawesi dan Maluku Utara, mereka yang tinggal di dekat lokasi industri tempat PLTU akan beroperasi harus menanggung beban kesehatan dan ekonomi tertinggi akibat paparan polusi, belum lagi dampak lingkungan yang tidak dapat dipulihkan dari penyebaran partikel beracun," ujarnya.

 Dia mengatakan, evaluasi ulang rencana ekspansi PLTU captive perlu dilakukan. Pemerintah juga didesak menegakkan peraturan emisi dan percepatan energi terbarukan. Hal itu untuk membantu Indonesia agar tetap berada di jalur yang tepat, sesuai komitmen iklimnya, mengurangi biaya energi jangka panjang, menarik investasi energi bersih, dan meningkatkan keberlanjutan produk hilirisasi.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...