Target Puncak Emisi Indonesia Mundur 5 Tahun Demi Kejar Pertumbuhan Ekonomi 8%

Ringkasan
- OJK menekankan perlunya batas atas emisi per industri untuk meningkatkan permintaan kredit karbon di Bursa Karbon Indonesia, dengan mencontoh kebijakan serupa dari luar negeri yang telah meningkatkan permintaan bursa karbon di negara mereka.
- Penerapan aturan pajak karbon oleh pemerintah, yang mencakup insentif dan disinsentif, dianggap penting untuk mendorong permintaan terhadap kredit karbon, tanpa ini, tidak akan ada dorongan kuat untuk berinvestasi dalam kredit karbon.
- Sejak peluncuran Bursa Karbon dari 26 September 2023 hingga 27 September 2024, telah tercatat nilai perdagangan mencapai Rp37,06 miliar dengan total volume perdagangan karbon sebesar 613.894 tCO2e, menandakan prospek positif dari implementasi bursa karbon di Indonesia.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan target puncak emisi Indonesia mundur lima tahun demi mengejar pertumbuhan ekonomi 8% yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo. Target puncak emisi karbon sektor energi akan terjadi hingga tahun 2035, mundur dari sebelumnya pada 2030.
Keputusan tersebut tercantum dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang telah disetujui oleh DPR RI pada awal Februari 2025. Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan target penurunan emisi karbondioksida (CO2) dari sektor energi mundur dari waktu awal ditetapkan pada 2030.
“Sekarang angkanya 2035. Ini dalam konteks memang untuk mengakomodir rencana pemerintah di kami sekarang yang pertumbuhannya 8%,” ujar Dadan dalam diskusi bertajuk “Indonesia Climate Policy Outlook 2025" yang diselenggarakan oleh Foreign Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Kamis (20/2).
Meski begitu, dengan adanya peningkatan target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% membuat implementasi investasi untuk meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) juga ikut meningkat. Berdasarkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), investasi di sektor EBT naik dari sebelumnya sebesar 50,4% menjadi 56% sampai dengan 2040.
“Tidak hanya persentasenya naik tapi secara volumenya juga memang naik semua,” ujarnya.
Dadan mengatakan, pemerintah mendorong tercapainya dua hal dalam penyediaan energi di Indonesia. Pertama dengan mendorong tercapainya ketersediaan energi yang semakin kompetitif baik dari sisi kualitas listrik maupun dari sisi harga.
“Di sisi yang lain bahwa tingkat dari karbonnya harus semakin menurun. Ini yang kita lakukan di dalam kombinasi tersebut,” ungkapnya.