Hashim: Sudah Ada Empat Negara Tertarik Investasi Energi Hijau Lewat Danantara

Ringkasan
- Empat negara, yaitu Inggris, Cina, India, dan Brazil tertarik berinvestasi energi hijau di Indonesia melalui BP Danantara. Beberapa perusahaan dari Brazil dan Inggris juga tertarik berpartisipasi dalam pasar karbon dan kredit karbon di Indonesia.
- Indonesia optimis memimpin pasar karbon global dengan langkah strategis yang telah diambil dan pemanfaatan sumber daya alam. Investasi internasional dan pengembangan solusi berbasis alam diharapkan menciptakan ekonomi hijau berkelanjutan.
- Pemerintah berencana merevisi Perpres terkait bursa karbon untuk mengakomodir perdagangan karbon berbasis kehutanan dan konservasi. Standar verifikasi global seperti Vera dan Gold Standard akan digunakan.

Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, mengatakan sudah ada empat negara yang tertarik investasi energi hijau melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau disebut BP Danantara. Negara tersebut adalah Inggris, Cina, India hingga Brazil.
"Pemerintah Indonesia melalui Danantara akan dapat melakukan investasi bersama dengan calon investor dari luar negeri. Ada banyak dalam berbagai perjalanan saya ke Beijing, dan kemudian perjalanan terakhir adalah ke New Delhi," kata Hashim dalam acara Indonesia Green Energy Investment Dialogue 2025 oleh Kadin Indonesia bersama Katadata Green di Hotel St. Regist, Jakarta, Kamis (27/2).
Selain itu, Hashim mengungkapkan sejumlah perusahaan Brazil dan Inggris menunjukkan ketertarikan besar untuk berpartisipasi dalam pasar karbon dan kredit karbon.
"Bukan hanya untuk investasi di sektor hijau, tetapi juga untuk berpartisipasi aktif dalam pasar karbon dan kredit karbon," tutur Hashim.
Dia optimistis Indonesia memiliki masa depan cerah dalam mengembangkan sektor hijau dan pasar karbon. Indonesia siap memimpin pasar karbon global setelah mengambil langkah-langkah strategis yang telah diambil, termasuk pengakuan lembaga internasional dan pemanfaatan sumber daya alam, .
Dengan investasi internasional yang masuk dan pengembangan solusi berbasis alam, Hashim berharap Indonesia dapat menciptakan ekonomi hijau yang berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Hashim mengatakan, pemerintah juga berencana merevisi Peraturan Presiden terkait bursa karbon untuk mengakomodir perdagangan karbon di sektor yang berbasis kehutanan dan konservasi. Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan hidup sudah merekomendasikan untuk membuka kembali perdagangan karbon berbasis nature-based solution. Apalagi para pembeli memang lebih tertarik pada kredit karbon dari proyek konservasi.
“Butuh waktu beberapa bulan untuk merevisi Perpres bursa karbon. Saya cukup optimistis soal ini,” katanya.
Hashim mengatakan sejumlah perusahaan asal Inggris sudah menyatakan ketertarikannya di sektor pasar karbon di Indonesia. Guna mengakomodir hal tersebut, pemerintah sudah sepakat untuk menggunakan standar verifikasi global seperti Vera dan Gold Standard yang juga sudah diakui oleh negara-negara di Asia.