Menteri ESDM Kantongi Rancangan Keppres Pembentukan Badan Nuklir

Ringkasan
- Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar dilaporkan ke MKD karena diduga menyalahgunakan kekuasaan dengan membawa istrinya dalam Tim Pengawas Haji DPR, melanggar Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang kode etik.
- PKB membantah adanya pelanggaran etik, mengklaim pimpinan DPR berhak membawa pendamping dua orang, termasuk Wakil Ketua DPR dari Golkar, dan menilai pelaporan ini sebagai upaya menggembosi Pansus Haji yang diinisiasi Muhaimin.
- Ormas Padepokan Hukum Indonesia yang melaporkan Muhaimin menyatakan mereka melapor sebagai pengawas masyarakat, mendukung Pansus Haji, dan tidak terkait dengan polemik antara PBNU dan PKB.

Rancangan keputusan presiden (Keppres) mengenai pembentukan Badan Pelaksana Program Energi Nuklir atau disebut Nuclear Energy Program Implementation Organization (Nepio) sudah berada di meja Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi mengatakan dokumen tersebut nantinya akan dilanjutkan ke Presiden Prabowo Subianto. Kementerian ESDM tengah melakukan beberapa persiapan untuk meminta izin Prakarsa kepada Presiden.
Eniya mengatakan pihaknya sudah selesai dalam mempersiapkan struktur Nepio yang lebih sederhana sesuai dengan arahan dari Menteri ESDM. Anggota Nepio nantinya terdiri dari beberapa Kementerian dan Lembaga terkait.
“Nanti itu semacam mirip-mirip Satgas gitu lah jadi nanti Pak Menteri bisa lebih intens di situ,” ujar Eniya saat ditemui di Jakarta, Selasa (11/3).
Meski begitu, Eniya belum dapat memastikan kapan Keppres yang akan memuluskan jalan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia akan diterbitkan.
Indonesia Ditargetkan Punya PLTN 42 GW Pada 2060
Eniya mengatakan Indonesia akan memiliki PLTN sebesar 42 gigawatt (GW) pada 2060 sesuai dengan revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) mengenai peta jalan pembangunan PLTN.
“Sampai 2060 35 GW sampai 42 GW (PLTN Terpasang di Indonesia),” ujar Eniya dalam Rapat Dengar Pendapat dikutip dari Youtube Komisi XII DPR, Rabu (19/2).
Dia mengatakan pembangkit nuklir Indonesia pertama ditargetkan beroperasi 2032 dengan kapasitas sebesar 250 megawatt (MW). Kapasitasnya kemudian meningkat menjadi 3 GW pada 2035, dan 9 GW pada 2040.
Menurut Eniya, peta jalan pembangunan PLTN di Indonesia disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan The International Atomic Agency (IAEA). Pemerintah saat ini tengah menunggu adanya beberapa kebijakan untuk dapat memperlancar persiapan pembangunan dan operasional PLTN di Indonesia.
Adapun aturan yang dinilai akan memperlancar kesiapan tersebut adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Energi Terbarukan (EBET) dan revisi UU Ketenagalistrikan.
“Kalau UU Ketenaganukliran ini lebih membedakan terkait dengan nonpembangkit tenaga nuklir itu disebutkan di revisi UU Ketenaganukliran tapi terkait dengan pembangkit tenaga nuklir sendiri sudah disebutkan dalam RUU EBET,” ujarnya.