Potensi Pengembangan Proyek PLTS dan PLTB di Indonesia Capai 333 GW

Ringkasan
- PT Pertamina Patra Niaga Regional Papua Maluku optimistis dapat mewujudkan BBM Satu Harga di seluruh wilayah Papua dan Maluku, dengan hanya tersisa delapan titik pembangunan SPBU dari target 152 untuk menyelesaikannya.
- Pembangunan SPBU untuk program BBM Satu Harga masih berlangsung, dan Pertamina berharap adanya dukungan dari pemerintah untuk mempercepat proses ini, sehingga dapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat di wilayah tersebut.
- Program BBM Satu Harga merupakan inisiatif prioritas dari Presiden Joko Widodo sejak 2017, bertujuan untuk menyediakan energi terjangkau di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), dan diharapkan dapat tercapai secara penuh pada 2024 sesuai target RPJMN Tahun 2020-2024.

Indonesia memiliki potensi pengembangan proyek energi terbarukan hingga 333 GW yang layak secara finansial. Proyek energi terbarukan tersebut dapat dipasok oleh pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), dan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM).
Hal itu tercantum dalam kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) bertajuk Unlocking Indonesia’s Renewable Future. IESR menganalisa potensi proyek energi terbarukan berdasar regulasi tarif yang berlaku saat ini, seperti Perpres No. 112/2022, serta ketersediaan infrastruktur jaringan listrik seperti gardu induk dan transmisi.
“Temuan ini menunjukkan bahwa kita bisa bergerak lebih cepat dalam memanfaatkan energi terbarukan ini, khususnya PLTS dan PLTB,” kata Manajer Program Transformasi Sistem Energi IESR, Deon Arinaldo, dalam Diskusi bersama media berjudul Editorial Forum: Meningkatkan Optimisme PLTS dan PLTB Sebagai Tulang Punggung Transisi Energi di Indonesia pada Selasa (25/3).
Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan IESR, Pintoko Aji, mengungkapkan bahwa dalam kajian tersebut 333 GW potensi pengembangan energi terbarukan terdiri dari PLTB daratan (onshore) (167 GW), PLTS di daratan (ground-mounted) (165,9 GW), dan PLTM (0,7 GW). Angka tersebut didapatkan dari hasil simulasi finansial dan skema private-public partnership pada 1.500an lokasi yang berpotensi secara teknis.
Dari jumlah tersebut, dia mengatakan, sebanyak 205,9 GW atau sekitar 61 persen dari total potensi yang layak secara finansial diindikasikan memiliki tingkat pengembalian Equity Internal Rate of Return/EIRR di atas 10 persen. Hal ini menunjukkan potensi investasi yang menjanjikan.
Potensi investasi tersebut misalnya sumber daya minihidro banyak di wilayah Sumatera, sementara potensi tenaga angin terbesar di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Di sisi lain, energi surya memiliki potensi menjanjikan di wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
"Untuk mewujudkan potensi ini, pembangunan infrastruktur yang mendukung, terutama dalam hal transmisi dan distribusi energi, sangat diperlukan,” kata Pintoko.
IESR mendorong pemerintah untuk mengakomodasi alokasi penggunaan lahan bagi energi terbarukan dalam perencanaan tata ruang daerah, menyederhanakan proses pengadaan lahan untuk mengurangi risiko investasi, serta menetapkan target spesifik per daerah dalam pemanfaatan energi terbarukan.
Sementara untuk mengakomodasi integrasi lokasi energi terbarukan dengan potensi keuntungan tinggi, PLN dapat menyusun perencanaan serta perluasan jaringan ke lokasi-lokasi yang teridentifikasi tersebut dan reformasi mekanisme pengadaan. Untuk menentukan skala prioritas pengembangan energi terbarukan, IESR mendorong pengembang untuk memprioritaskan proyek dengan potensi keuntungan tinggi dan mengoptimalkan desain serta perencanaan keuangan.
Ketua Pakar Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Herman Darnel Ibrahim, menegaskan, dengan tantangan transisi energi yang semakin mendesak, energi surya menjadi sumber daya yang dominan dan berperan penting untuk masa depan energi Indonesia. Pengembangan teknologi energi surya saat ini sudah matang dan semakin kompetitif, terutama dibandingkan dengan pembangkit tenaga nuklir maupun gas.