Permintaan Energi Terbarukan Diprediksi Melonjak di Tengah Perang Dagang
Perang dagang yang dipicu oleh tarif besar-besaran Presiden AS Donald Trump, dapat memperburuk kekhawatiran tentang keamanan energi. Analis listrik dan data Ember, Euan Graham, mengatakan hal itu dapat lebih meningkatkan permintaan untuk listrik terbarukan tahun ini.
Graham mengatakan kebijakan tarif telah membuat pasar dari energi dan ekuitas anjlok dan memicu kekhawatiran tentang resesi global. Meskipun masih terlalu dini untuk mengatakan apakah dampak tarif akan memengaruhi permintaan listrik tahun ini, Graham optimistis listrik terbarukan dapat diuntungkan.
"Negara-negara memikirkan keamanan dan keamanan energi mereka lebih dari sebelumnya dan saya pikir itu berarti listrik terbarukan dalam negeri seperti angin dan matahari menjadi semakin menarik," katanya dikutip dari Reuters, Selasa (8/4).
Permintaan Listrik Energi Terbarukan Cetak Rekor
Laporan lembaga Think tank, Ember, menyatakan produksi global pembangkit listrik terbarukan mencetak rekor kenaikan hingga 32% pada tahun lalu. Kondisi itu karena permintaan listrik secara keseluruhan tumbuh 4% didorong oleh gelombang panas dan pusat data.
"Terlepas dari hambatan geopolitik dan ekonomi, industri energi terbarukan menghasilkan tambahan 858 TWh pembangkitan ke sistem tahun lalu — lebih dari gabungan konsumsi listrik tahunan Inggris dan Prancis," kata Bruce Douglas, CEO Global Renewables Alliance dalam sebuah pernyataan yang menyertai laporan tersebut.
Peningkatan konsumsi listrik untuk kecerdasan buatan, pusat data, kendaraan listrik, dan pompa panas menyumbang 0,7% dari pertumbuhan permintaan global tahun lalu, menurut laporan tersebut.
Dia mengatakan, gelombang panas pada 2024 meningkatkan permintaan listrik untuk pendinginan yang menambahkan 0,7% atau 208 terrawatt jam (TWh) ke total produksi global.
Pembangkit listrik tenaga gas menyumbang 22% dari produksi listrik global, sedikit berubah dari tahun 2023. Batubara tetap menjadi sumber pembangkitan terbesar, menyediakan 34% dari pangsa global, turun dari 36%. Tenaga nuklir menyumbang 9%, turun sedikit dari 9,1% pada 2023.
