Terkatung-katung di Era Prabowo, Bagaimana Progres RUU Energi Baru Terbarukan?


Rancangan Undang-undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) belum menunjukkan progres yang berarti setelah Prabowo resmi menjadi Presiden. Padahal pembahasan RUU EBET tinggal menyisakan dua pasal yang belum disepakati yaitu terkait pemanfaatan bersama jaringan transmisi bersama atau power wheeling.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memastikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Energi Terbarukan (EBET) akan terus dilaksanakan untuk dapat ditetapkan menjadi aturan baru. Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, mengatakan DPR akan melanjutkan pembahasan RUU EBET yang telah dilaksanakan periode sebelumnya di Komisi VII.
“Nah ini nanti akan dijalankan lagi pada periode ini (pembahasan RUU EBET),” ujar Bambang saat ditemui di Jakarta Convention Center, Selasa (15/4).
Bambang mengatakan, saat ini RUU EBET tengah dibahas diantara pimpinan DPR untuk dapat segera dilakukan pembahasan lebih lanjut. Ia memastikan, pembahasan RUU EBET akan melanjutkan apa yang telah dijalani oleh anggota DPR periode sebelumnya.
Dengan begitu, Bambang memastikan tidak ada isu penting yang akan menghambat kelanjutan terciptanya undang-undang (UU) baru.
“Mungkin karena masih ada beberapa hal yang menjadi skala prioritas,” ujarnya.
Meski begitu, ia belum dapat memastikan apakah RUU ini akan dapat dijadikan UU pada tahun ini.
Prabowo Tolak Power Wheeling
Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia (RI) Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, mengatakan Presiden Prabowo Subianto menolak konsep power wheeling yang saat ini tengah dibahas dalam perumusan Rancangan Undang-undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET). Dia mengatakan konsep power wheeling tidak akan pernah diterapkan selama Prabowo menjadi Presiden RI.
“Ditolak Prabowo,” ujar Hashim saat menjawab pertanyaan Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Parwoto, saat agenda “CNBC Indonesia Economic Outlook 2025” di Jakarta, Rabu (26/2).
Power wheeling adalah skema yang memungkinkan pihak swasta untuk menjual listrik langsung kepada masyarakat melalui jaringan transmisi PLN. Skema ini juga disebut sebagai pemanfaatan bersama jaringan listrik
Hashim mengatakan pemerintah tetap percaya bahwa negara tetap harus jadi pengendali listrik di Indonesia. Karena itu, peran PLN sebagai pemegang kendali sumber daya listrik tetap harus dipertahankan.
Menurut Hashim, skema power wheeling memungkinkan pihak asing menguasai kelistrikan Indonesia. Meskipun Indonesia terbuka pada investor asing, namun hal itu tidak berlaku bagi sektor listrik.
“Kalau dibuka, power wheeling ini bisa wild west, dan sektor listrik kita didominasi oleh pihak non Indonesia,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia mengatakan, Prabowo meyakini negara tetap harus menjadi pengendali kelistrikan di Indonesia. Sementara PLN merupakan instrumen dari negara.
“Jadi maaf power wheeling ditolak. Tetap negara melalui PLN adalah pengendali kelistrikan, dan saya optimis banyak yang mau investasi energi baru terbarukan di Indonesia,”ujarnya.