9 Jurus Transisi Energi Pemerintah Sesuai Permen ESDM 10/2025, Termasuk Nuklir


Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM no. 10 tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan. Aturan baru tersebut memuat tujuh rencana pemerintah dalam melaksankan transisi energi.
Beleid tersebut ditandatangani Bahlil Lahdalia selaku Menteri ESDM pada 10 April 2025 dan diundangkan pada 15 April 2025.
"Transisi energi sektor ketenagalistrikan dilaksanakan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca," tulis dokumen aturan tersebut dikutip Selasa (22/4).
Berdasarkan Permen ESDM no.10 tahun 2025, transisi energi sektor ketenagalistrikan dilaksanakan melalui:
1. Implementasi cofiring biomassa di PLTU
Permen ini tidak menjelaskan secara rinci mengenai pelaksanaan cofiring biomassa. Beleid tersebut mengatakan bahwa implementasi cofiring biomassa di PLTU ditentukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2. Akselerasi pengurangan penggunaan bahan bakar minyak pada pembangkitan tenaga listrik
Akselerasi pengurangan penggunaan bahan bakar minyak pada pembangkitan tenaga listrik akan dilaksanakan melalui dedieselisasi, yaitu program penggantian pembangkit listrik tenaga diesel dengan pembangkit energi terbarukan.
Selain itu, jurus kedua ini juga akan dilakukan melalui gasifikasi, yaitu program penggantian penggunaan bahan bakar minyak ke gas untuk pembangkit listrik tenaga gas, pembangkit listrik tenaga gas dan uap, pembangkit listrik tenaga mesin gas, atau pembangkit listrik tenaga mesin gas uap.
3. Retrofitting pembangkit fosil
Retrofitting adalah proses menambahkan atau memodifikasi fitur maupun teknologi baru ke bangunan atau sistem yang sudah ada, untuk meningkatkan kinerja, efisiensi, atau keselamatan.
Retrofitting pembangkit fosil dilaksanakan melalui implementasi teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage) yang dapat menyimpan emisi gas rumah kaca dalam formasi geologi dan penggunaan green ammonia (NH3).
Selain itu retrofitting dilakukan pada pembangkit listrik tenaga gas, pembangkit listrik tenaga gas dan uap, pembangkit listrik tenaga mesin gas, atau pembangkit listrik tenaga mesin gas uap yang dapat dilakukan melalui implementasi penangkapan dan penyimpanan karbon, serta penggantian bahan bakar menjadi 100% green hydrogen (H2).
4. Pembatasan penambahan PLTU
Dalam aturan tersebut pemerintah menegaskan melarang pembangunan PLTU baru di Indonesia.
5. Akselerasi pengembangan variable renewable energy dan tambahan pembangkit tenaga listrik hanya dari pembangkit energi baru dan energi terbarukan
Poin ini dilaksanakan sebagai alternatif penyediaan tenaga listrik.
6. Produksi green hydrogen (H2) atau green ammonia (NH3)
Produsi hidrogen hijau dan amonia hijau dilakukan melalui pemanfaatan potensi energi baru dan energi terbarukan.
7. Pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir
Pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir harus memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan, dan garda aman sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Namun belum dijelaskan secara rinci mengenai rencana pembangunan nuklir tersebut.
8. Pembangunan dan/atau peningkatan kapasitas jaringan sistem tenaga listrik dan infrastruktur jaringan cerdas (smart grid)
Pembangunan smart grid dilakukan melalui interkoneksi transmisi antarpulau; pembangunan dan peningkatan kapasitas transmisi dalam rangka penguatan sistem ketenagalistrikan; pembangunan pembangkit cerdas (smart power plant); pembangunan jaringan transmisi cerdas (smart transmission); pembangunan sistem pengendali cerdas (smart control system); dan/atau pembangunan jaringan distribusi cerdas (smart distribution).
9. Percepatan pengakhiran masa operasional PLTU
Aturan tersebut menyatakan pelaksanaan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU sedikitnya memperhatikan tujuh kriteria. Kriteria tersebut adalah kapasitas PLTU, usia pembangkit, utilisasi, emisi gas rumah kaca PLTU, nilai tambah ekonomi, ketersediaan dukungan pendanaan dalam negeri dan luar negeri, dan ketersediaan dukungan teknologi dalam negeri dan luar negeri.
"Selain kriteria itu, pelaksanaan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU memperhatikan kriteria keandalan sistem ketenagalistrikan, dampak kenaikan biaya pokok penyediaan tenaga listrik terhadap tarif tenaga listrik, serta ketersediaan dukungan teknologi baik dari dalam maupun lura negeri," tulis dokumen tersebut, dikutip Senin (22/4).
Dalam hal terdapat ketersediaan dukungan pendanaan, pelaksanaan pelaksanaan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU harus didahului dengan kajian terlebih daulu yang dilakukan oleh PLN berdasarkan penugasan dari Menteri ESDM. Kajian dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama enam bulan terhitung sejak penugasan dari Menteri ESDM.
"Kajian memuat paling sedikit aspek teknis, aspek hukum, aspek komersial, dan aspek keuangan termasuk sumber pendanaan, serta penerapan prinsip tata kelola yang baik dan prinsip business judgement rules. Dapat juga memanfaatkan berbagai kajian dari lembaga independen sebagai referensi tambahan," tuis aturan tersebut.