Alasan ESDM Ingin Bangun PLTN: Harga Listrik Kompetitif dengan PLTU


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat harga listrik yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) sudah dapat bersaing dengan listrik yang berasal dari pembangkit listrik berbasis fosil.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan harga PLTN bisa kompetitif karena biaya operasionalnya murah.
“Secara ekonomi, PLTN itu kompetitif dari sisi harga, bersaing dengan PLTU yang selama ini kita gunakan di dalam negeri,” ujar Dadan dalam RDP dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (30/4).
Namun, dia mengatakan, biaya yang tinggi terletak pada pengadaan atau pembangunan PLTN baru. Untuk itu, pemerintah tengah mencari jalan keluar untuk membuat PLTN dapat dibangun di Indonesia.
“Jadi kalau kita nanti mempunyai inisiatif, mempunyai rencana, dan yang paling penting adalah bagaimana kita mendapatkan pendanaannya,” ujarnya.
Dadan mengatakan Revisi Perarturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) menunjukan bahwa Indonesia akan memiliki pembangkit listrik berbasis nuklir sebesar 250 megawatt (MW) samai 2030. Adapun angka tersebut akan meningkat mencapai 54 GW sampai dengan 2060.
Dia menjelaskan pemerintah sudah menerima usulan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) terkait dengan lokasi yang akan digunakan untuk membangun PLTN di Indonesia.
“Ada beberapa usulan lokasi yang sudah dilakukan kajian, baik itu di beberapa daerah di wilayah Bangka, kemudian Kalimantan Barat, kemudian juga di Sulawesi Tengah,” ujarnya.
Menurut Dadan, pembangunan PLTN dapat diterima oleh masyarakat. Pemerintah telah melakukan dua kali survei untuk memastikan keberpihakan masyarakat akan energi nuklir.
Survei pertama pada 2016 sebanyak 77,53 % masyarakat setuju dengan pembangunan PLTN. Sedangkan hasil survei pada 2017, masyarakat yang setuju dengan pembangunan PLTN turun menjadi 73,7%. Namun jika dilihat secara regional, penerimaan masyarakat di wilayah yang akan dibangun PLTN lebih tinggi dari capaian nasional. Misalnya saja di Kalimantan Barat dengan presentasi masyarakat yang mendukung mencapai 88 persen.
“Nah sebagai gambaran di negara maju, misalkan di Prancis yang menjadi salah satu negara paling besar dari produksi nuklir, itu tingkat kebersetujuan dari masyarakatnya itu di angka 40 persenan,” ucapnya.