Program B50 Berpotensi Ciptakan Konflik Agraria

Image title
20 Mei 2025, 14:56
program b50, konflik agraria
KATADATA/Arief Kamaludin
Kegiatan Kajian Teknis Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) salah satunya mendorong industri kendaraan bermotor dan alat besar untuk menghasilkan teknologi mesin yang dapat menggunakan Bahan Bakar Nabati dengan campuran diatas 20% hingga 100% (B20-B100)
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Rencana pemerintah untuk meningkatkan pencampuran bahan bakar minyak (BBM) dengan bahan bakar nabati (BBN) sebesar 50% atau program B50 berpotensi menimbulkan beberapa masalah dari konflik agraria.

Untuk memenuhi ambisi tersebut, dibutuhkan sebanyak 20 juta kilo liter (KL) minyak sawit atau cruede palm oil (CPO). Sedangkan, produktivitas sawit Indonesia masih sangat rendah, rata-rata nasional berada pada angka 3,630 kilogram atau 3,6 ton per hektar per tahun.

“Artinya ada tantangan dan hambatan yang dihadapi. Nah ini yang kita pikir bahwa ini rasionalisasinya perlu,” ujar Deputy Director Yayasan Madani Berkelanjutan, Giorgio Budi Indrarto di Jakarta, Selasa (20/5).

Jika pemerintah memaksakan diri untuk mencapai target tersebut, lanjutnya, maka secara tidak langsung akan membuat Indonesia akan sangat tergantung pada komoditas kelapa sawit.

Giorgio menjelaskan peningkatan kebutuhan CPO untuk industri biodiesel berpotensi memperluas lahan sawit hingga lebih dari 6 juta hektar. Selain itu, ekspansi ini dapat menyebabkan deforestasi, meningkatkan emisi karbon, konflik lahan, dan ketergantungan ekonomi yang berlebihan pada sawit.

“Konfliknya juga meningkat tajam,” sebutnya.

Tercatat Lebih Dari 1.000 Kasus

Sementara itu, Kepala Departemen Kampanye, Kebijakan Publik dan Riset Sawit Watch, Hadi Saputra, menambahkan berdasarkan catatan Sawit Watch menunjukan total konflik antara masyarakat dengan perusahaan pada lahan sawit mencapai lebih dari seribu kasus.

“Totalnya sekitar 1.126 komunitas yang baru berkonflik dengan masyarakat, dengan perusahaan. Dengan tipologi konfliknya itu terbesar adalah soal teretorial atau masalah lahan,” ujar Hadi.

Hadi mengatakan, penyelesaian masalah konflik yang terjadi pada pengelolaan lahan sawit di Indonesia bukanlah hal yang murah. Ia mencontohkan, penyelesaian suatu konflik pada lahan perkebunan kelapa sawit diperkirakan membutuhkan dana setidaknya sebesar Rp 80 juta.

“Untuk satu kasus saja penanganannya sekitar Rp 80 juta - Rp 240 juta, nah ini baru satu konflik bayangkan ketika 1.126 konflik itu berjalan, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk penanganan kasus,” katanya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...