AHY Dorong Elektrifikasi Transportasi Publik, Logistik, dan Angkutan Barang
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengatakan elektrifikasi transportasi merupakan langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.
Menurut AHY, transisi dari bahan bakar fosil ke kendaraan listrik membawa manfaat berlapis mulai dari pengurangan impor bahan bakar minyak (BBM), penghematan subsidi energi, hingga modernisasi sistem transportasi nasional.
"Hingga Agustus 2025, Indonesia telah menjual lebih dari 120.000 kendaraan listrik berbasis baterai, dengan pangsa pasar sekitar 10%," kata AHY dalam acara Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2025, Jumat (10/10).
Dia mengungkapkan, saat ini ada pabrik-pabrik baru yang sedang dibangun di Indonesia. Beberapa di antaranya yang akan beroperasi penuh tahun depan.
Namun, AHY menegaskan bahwa elektrifikasi tidak boleh berhenti hanya pada kendaraan pribadi. Dia mengungkapkan ada tantangan yang lebih besar, yakni mendekarbonisasi transportasi publik, logistik, dan angkutan barang.
"Tugas yang lebih besar adalah dekarbonisasi transportasi publik, logistik, dan angkutan barang, agar seluruh rantai mobilitas manusia dan barang menjadi lebih bersih, efisien, dan tangguh," ujarnya.
Hilirisasi Industri Ciptakan Nilai Tambah
Selain elektrifikasi, AHY juga menyoroti pentingnya menciptakan nilai tambah untuk ekonomi melalui hilirisasi industri. Transformasi bahan mentah menjadi produk bernilai tinggi adalah kunci agar Indonesia tidak hanya menjadi pengekspor volume, tetapi juga nilai.
“Keberhasilan hilirisasi nikel telah mengubah profil ekspor Indonesia dan menciptakan nilai nasional yang lebih besar. Kini kita menargetkan keberhasilan serupa pada tembaga, bauksit, turunan kelapa sawit, rumput laut, dan komoditas potensial lainnya," kata dia.
AHY menegaskan pentingnya memastikan proses produksi yang lebih bersih. Pemerintah, katanya, terus mendorong dekarbonisasi industri melalui efisiensi energi, digitalisasi, kesiapan teknologi hidrogen, dan penerapan penangkapan karbon atau carbon capture.
“Tujuan kita sederhana: dekarbonisasi tanpa deindustrialisasi, agar tetap kompetitif di ekonomi global yang semakin menghargai produksi rendah karbon,” ujarnya.
Sementara dari sisi investasi, AHY menegaskan perlunya kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta. Berdasarkan data Bappenas, Indonesia memerlukan sekitar US$ 650 miliar (Rp 10.783 triliun) investasi infrastruktur untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%, dengan sekitar US$ 190 miliar (Rp 3.152 triliun) di antaranya harus berasal dari modal swasta.
“APBN tidak bisa dan tidak seharusnya menanggung beban ini sendiri. Karena itu, kami membangun ekosistem pembiayaan campuran yang menggabungkan dana publik dan swasta, melibatkan mitra multilateral, dan mendorong model blended finance,” kata AHY.
