IESR: PLTS Dapat Turunkan Harga Listrik hingga 50%
Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) bisa menjadi solusi untuk menurunkan biaya listrik nasional secara signifikan.
Chief Executive Officer (CEO) IESR, Fabby Tumiwa mengatakan, kombinasi PLTS dan baterai bahkan mampu menghasilkan listrik 40%–50% lebih murah dibandingkan PLTD berbahan bakar fosil.
"Sudah kita hitung, bisa lebih murah. Rata-rata berapa? Bisa 40, bahkan 50% lebih murah. Dari PLTD," kata Fabby dalam konferensi pers, Senin (20/10).
Ia menjelaskan harga listrik dari energi surya dan bayu kini sudah lebih kompetitif dibandingkan PLTU batu bara dan combined cycle gas turbine.
“Kalau kita masih mempertahankan pembangunan PLTU atau memperbanyak gas, ke depan kita justru akan membayar listrik lebih mahal. Ini opportunity loss,” ujar Fabby.
Menurutnya, untuk mewujudkan cita-cita Presiden Prabowo agar harga listrik lebih terjangkau, strategi terbaik adalah mempercepat pembangunan energi terbarukan. Berdasarkan analisis IESR, meskipun PLTS memiliki capacity factor (CF) yang lebih rendah dibandingkan PLTU, efisiensinya dapat ditingkatkan dengan sistem oversizing dan penambahan baterai penyimpanan energi selama empat jam.
“Dengan skema itu, biayanya tetap lebih murah ketimbang membangun PLTU baru—apalagi bila batu bara tidak lagi disubsidi,” jelas Fabby.
Ia menegaskan, anggapan PLTS plus baterai lebih mahal sudah tidak relevan. “Kalau ada yang bilang PLTS plus baterai lebih mahal, bisa jadi dia tidak menghitung dengan benar, atau memang senang saja membangun PLTU karena ada kontrak batu bara,” sindirnya.
IESR memperkirakan terdapat sekitar 9 gigawatt PLTU tua dan tidak efisien yang masih beroperasi dan seharusnya bisa dipensiunkan lebih awal. “Misalnya PLTU Paiton dan Suralaya, keduanya sudah melewati usia ekonomisnya tapi tetap dijalankan. Padahal selain tidak efisien, juga mencemari udara,” kata Fabby.
Ia menambahkan, transisi dari PLTD ke energi terbarukan juga menjadi langkah strategis untuk mengurangi subsidi dan biaya bahan bakar. Saat ini PLN masih mengoperasikan sekitar 3,5 gigawatt PLTD, yang jika diganti dengan PLTS plus baterai hingga 2030 dapat menurunkan emisi karbon hingga 27 juta ton CO2.
