Australia Hadapi Kelebihan Pasokan Energi Hijau, Asia Harus Waspada
Ledakan energi terbarukan di Australia membuat energi bersih terbengkalai akibat hambatan transmisi dan lambatnya penerapan baterai. Menurut para pejabat industri, kondisi ini menjadi tantangan di seluruh Asia seiring percepatan transisi energi menuju energi bersih.
Melansir laporan Reuters, data dari platform OpenElectricity menunjukkan pembatasan energi angin dan surya di Australia meningkat lebih dari tiga kali lipat dalam sembilan bulan hingga September 2025 menjadi 3,9 terawatt-jam (TWh), atau 6,8% dari output energi terbarukan.
Pembatasan ini merujuk pada jumlah tenaga angin atau matahari yang seharusnya dapat diproduksi tetapi ditolak terlebih dahulu karena jaringan listrik mencapai batasnya.
Pada Juli lalu, Operator Pasar Energi Australia memperingatkan beberapa pembangkit listrik tenaga surya di Australia Tenggara menghadapi potensi pembatasan sebesar 35% hingga 65% pada tahun 2027.
Sistem Tenaga Surya Siang Hari Membanjiri Jaringan Listrik
"Peningkatan pembatasan energi surya di Australia mungkin memberikan gambaran sekilas tentang apa yang akan terjadi di seluruh Asia," ujar Kelvin Wong, Direktur Pelaksana Energi, Energi Terbarukan, dan Infrastruktur DBS Bank kepada Reuters, Kamis (30/10).
Wong mengatakan "kurva bebek" Australia - di mana energi surya tengah hari membanjiri jaringan listrik, menyebabkan harga negatif - menandakan tantangan yang muncul di Vietnam, Jepang, dan Filipina. Pasalnya, kapasitas energi surya melampaui permintaan pada periode puncak pembangkitan.
"Surya utilitas mandiri di Australia pada dasarnya sudah mati. Bank tidak akan lagi memberikan pinjaman untuk energi surya mandiri karena risiko pembatasan," kata David Dixon, Analis Energi Terbarukan di Rystad Energy.
Clean Energy Council, kelompok industri yang berbasis di Melbourne, mengungkapkan investasi triwulanan 12 bulan yang sedang dibangun di Australia turun 28% menjadi AU$ 1,1 miliar (Rp 12,3 triliun) hingga akhir Juni akibat lambatnya peluncuran transmisi dan penundaan perencanaan.
Sementara itu, sembilan proyek baterai dengan belanja modal kumulatif lebih dari AU$ 2,51 miliar (Rp 27,41 triliun) berhasil mendapatkan pendanaan pada paruh pertama tahun ini. Angka ini naik 23% per tahun.
Wong dari DBS menyebut pemanfaatan energi terbarukan yang efisien membutuhkan peningkatan skala penyimpanan, peningkatan manajemen jaringan, dan pengembangan perdagangan listrik regional.
Mengelola Pembatasan
Miguel Fonseca, CEO EDP Renewables Asia Pasifik, mengatakan sebelum berkomitmen untuk memberikan modal, perusahaannya melakukan penilaian lokasi secara ekstensif, dengan mengevaluasi dinamika jaringan lokal dan rencana transmisi pemerintah untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi di mana listrik dapat dipasok secara andal dengan pembatasan minimal.
Justin Oliver, Wakil Ketua Regulator Energi Australia, mengatakan pembatasan energi surya terkadang diperlukan karena keadaan darurat serta lambatnya perluasan transmisi.
"Australia berupaya mengatasi pembatasan ini dengan mempromosikan baterai rumah tangga, melipatgandakan ukuran jaringan transmisi, dan mengkaji desain pasar untuk mengurangi risiko pembatasan," ujar Oliver di sela-sela Pekan Energi Internasional Singapura.
Menurut data OpenElectricity, daya yang disimpan dan dikeluarkan oleh baterai meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 1,01 TWh selama sembilan bulan hingga September 2025.
James Ha, Kepala Riset untuk Asia-Pasifik di Aurora Energy Research, mengatakan para perbankan dan investor kini semakin menginginkan pembatasan yang dapat diperkirakan. "Pembatasan tidak akan hilang sebagai masalah: itu hanyalah risiko lain yang harus dikelola," ujarnya.
