CELIOS Desak Pemerintah Ubah Mindset untuk Percepat Pensiun Dini PLTU

Ajeng Dwita Ayuningtyas
4 November 2025, 18:36
pensiun dini PLTU, Celios
ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto/tom.
Sejumlah perahu nelayan bersandar di sekitar lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Banten 2 Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten, Senin (2/12/2024).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Atina Rizqiana menilai pemerintah harus mengubah pola pikir (mindset) mengenai pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang membutuhkan dana besar. Pemerintah harus berpikir bahwa pensiun dini PLTU adalah investasi jangka panjang yang akan membawa keuntungan bagi Indonesia di masa depan.

“Masalah utamanya bukan pada ketidakadaan dana, tapi dari mindset bahwa ini adalah kerugian, ketimbang investasi jangka panjang,” kata Kiki sapaan akrab Atina, saat peluncuran laporan “Toxic Twenty” di Jakarta, Selasa (4/11).

Kiki mengatakan, kerugian ekonomi yang muncul akibat keberadaan PLTU justru lebih besar dari kemampuan Indonesia melakukan pemensiunan dini PLTU. 

“Adanya penurunan output ekonomi sebesar Rp 52,44 triliun, kemudian potensi pendapatan masyarakat yang menurun mencapai Rp 48,47 triliun, terutama di wilayah yang konsentrasi PLTU tinggi,” ujarnya mengutip laporan tersebut. 

Dampak ekonomi tersebut diperoleh dari perhitungan 20 PLTU dalam laporan “Toxic Twenty: Daftar Hitam 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia” yang disusun oleh CREA, CELIOS, dan Trend Asia. PLTU yang masuk dalam daftar tersebut adalah PLTU Suralaya, Paiton, Cirebon, Tanjung Jati B, Cilacap, Bukit Asam, Pacitan, Pelabuhan Ratu, Adipala, dan Indramayu. 

Selanjutnya, PLTU Labuan, Jawa Tengah, Ombilin, Jawa-7, Celukan Bawang, Pangkalan Susu, Tanjung Awar-Awar, Rembang, Banten, dan Labuhan Angin. 

Penurunan output ekonomi yang dimaksud adalah berkurangnya produktivitas lintas sektor akibat dampak polusi udara dan menurunnya kesehatan tenaga kerja. Lalu, penurunan pendapatan masyarakat dipicu perubahan kualitas udara, air, dan tanah akibat polusi yang dihasilkan PLTU. Sektor ekonomi yang paling terdampak adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan, industri pengolahan, serta perdagangan. 

“PLTU mengubah lanskap perdesaan, berdampak pada nelayan yang harus melaut lebih jauh, degradasi lingkungan berpengaruh pada pertanian, perkebunan, juga pada hasil-hasil hutan, efeknya snowballing,” ucap Kiki. 

Dari studi yang dilakukan CELIOS bersama CREA, IESR, dan Kementerian ESDM, biaya pensiun dini PLTU hingga 2050 mencapai US$ 27,5 miliar atau sekitar Rp 459,3 triliun (kurs Rp16.700/US$). 

Sementara itu, kerugian ekonomi tahunan akibat aktivitas PLTU mencapai US$ 52,4 miliar (Rp 875,3 triliun) dan biaya kesehatan tahunan mencapai US$ 7,4 miliar (Rp 123,6 triliun). Menurut hitung-hitungan ketiga lembaga tersebut, Indonesia bisa menghemat US$ 130 miliar (Rp 2.171 triliun) jika PLTU diberhentikan. 

Menteri ESDM Tunggu Pendanaan dan Bunga Murah

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia berkata Indonesia bisa melakukan pensiun dini PLTU dalam waktu dekat, jika memperoleh pendanaan dan bunga yang murah.

“Negara saat ini sedang butuh uang, mau pensiun dini PLTU besok pagi? Saya bisa pensiunkan. Tapi ada tidak pendanaan yang mau biayai? Bank-bank dunia mau kasih uang untuk Indonesia? Kasih uang dan bunga murah, saya pensiunkan,” kata Bahlil pada Mei lalu. 

Bahlil menjelaskan, rencana pensiun dini PLTU di Indonesia masih terhambat pendanaan. Pemerintah tidak akan memaksa rencana tersebut, jika harus membebani rakyat dan negara dengan pendanaan lewat subsidi atau mengurangi keuntungan PLN.

“Teknologi pensiun dini mahal, biaya tinggi, tapi mau dipaksakan, bagaimana itu?” ujarnya. Hingga kini, pemerintah baru berencana pensiunkan satu PLTU, yaitu PLTU Cirebon-1. 

PLTU Berdampak pada Perekonomian Masyarakat

Seorang nelayan di perairan sekitar PLTU Pangkalan Susu Sumatra Utara, Dedy Susanto, harus beralih profesi menjadi buruh bangunan karena tak bisa lagi mengandalkan laut. 

“Dulu penghasilan saya bisa Rp 500 ribu per hari. Makanya bisa menghidupi tiga keluarga. Kalau sekarang apalagi tiga keluarga, satu keluarga pun enggak mampu,” ujar Dedy, saat ditemui di Jakarta, Selasa (4/11). 

Sebelum memilih beralih mata pencaharian, penghasilan Dedy dari menangkap ikan hanya Rp 50.000 sehari. Hasil tangkapannya berkurang signifikan. 

“Karena limbah-limbah itu kan, seperti air bahang itu kan memang dibuang ke laut, batu bara berserakan di laut,” lanjutnya. Kini, dirinya harus merantau ke Aceh untuk menghidupi keluarga. 

Aktivitas PLTU juga berdampak pada pertanian di Indramayu, Jawa Barat. Termasuk dari PLTU yang memanfaatkan co-firing untuk pembakarannya.

“Sering gagal panen, lingkungan kotor dan asap, ditambah lagi sekarang batu bara di tambah co-firing atau serbuk. Itu debunya sangat meluas kalau ada angin,” jelas Ahmad Yani, warga Desa Mekarsari, Indramayu.

Polusi PLTU, kata Ahmad, membuat tanaman perkebunan dan pertanian sulit tumbuh. Kondisinya berbeda jika dibandingkan dengan sebelum adanya PLTU.

Pengalaman ini membuat Ahmad bersama warga lainnya dalam Jaringan Tanpa Asap Batu Bara Indramayu (Jatayu), menolak keras pembangunan unit PLTU baru di lokasi tersebut. Pihaknya didampingi WALHI Jawa Barat menyampaikan keluhannya hingga ke calon mitra perusahaan di Jepang, agar tak mendukung proyek tersebut. 

Setelah berhasil, upayanya berlanjut untuk menghentikan PLTU Indramayu 1 yang masih beroperasi hingga kini. 

“Kami pernah datang ke Istana dua kali. Pemerintah mengetahui dampak PLTU, polusi, kesehatan, dan lain sebagainya. Kenapa sampai sekarang tidak juga dihentikan?” tutur Ahmad.

Darna, seorang warga Nagan Raya di Aceh, juga harus menutup usahanya karena debu tebal yang mengganggu. 

“Dulu ibu jualan, warung (warung makan). Sampai enggak bisa jualan lagi, di tempat wadah nasi itu bisa kita tulis (karena tertumpuk debu),” kata Darna. 

Kini, ia dan beberapa warga lainnya sudah dipindahkan. Dari yang sebelumnya hanya berjarak 500 meter dari PLTU, kini tinggal di jarak 3 km dari PLTU. Meskipun begitu, dampaknya seperti debu-debu tersebut masih terasa. 

Darna juga bercerita, peternakan dan perkebunan di sekitar PLTU ikut terdampak polusi PLTU.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...