Dinilai Tak Ekonomis, PLN Kaji Ulang Rencana Pensiun Dini PLTU Cirebon-1

Ajeng Dwita Ayuningtyas
5 Desember 2025, 10:26
PLN, PLTU Cirebon, pensiun dini PLTU
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/Spt.
Nelayan mencari kerang di sekitar PLTU Cirebon, Jawa Barat, Jumat (8/12/2023). Pemerintah menyatakan akan menonaktifkan PLTU Cirebon-1 pada Desember 2035 lebih cepat 7 tahun dari rencana awal yakni Juli 2042.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

PT PLN mempertimbangkan kembali rencana pensiun dini PLTU Cirebon-1 dengan alasan tak ekonomis. Padahal, PT PLN sudah meneken nota kesepahaman dengan Asian Development Bank (ADB) terkait dukungan pendanaan pensiun dini PLTU melalui skema Energy Transition Mechanism (ETM).

Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PT PLN, Suroso Isnandar, mengatakan PLN memutuskan untuk tidak melanjutkan rencana pensiun dini PLTU Cirebon-1.

“Kita sedang menghitung dan akhirnya mengambil keputusan untuk tidak dilanjutkan, IPP (independent power producer) PLTU Cirebon 660 MW,” kata Suroso, dalam siaran Inspirasi untuk Bangsa, dikutip Jumat (5/12).

Menurut Suroso, jika PLTU Cirebon-1 pensiun lima tahun lebih cepat dari 2042 ke 2035, klausul kontrak menyatakan PLN tetap harus membayar cicilan lima tahun tersebut pada 2037. Angkanya mencapai Rp 12 triliun per tahun atau total Rp 60 triliun. Ini baru angka penaltinya.

Alasan lain, 660 MW ini tidak bisa digantikan energi terbarukan dengan setara karena akan lebih mahal. Suroso memberi contoh penggantian dengan energi surya. Kapasitas listrik PLTU 660 MW, setara dengan 3.600 MW pembangkit listrik tenaga surya termasuk dengan baterai.

Dari perhitungannya, untuk membangun 660 MW PLTU butuh sekitar US$900 juta (Rp 14,99 triliun, kurs Rp 16.660/US$), sementara untuk membangun 3.600 MW PLTS butuh hampir US$ 5 miliar (Rp 83,27 triliun). Biaya operasional ke depan juga diperkirakan akan sangat berbeda dari angka operasional PLTU.

Namun, ketika dikonfirmasi ulang, Suroso menyatakan rencana pembatalan ini masih belum diputuskan. “Tidak betul. PLN belum memutuskan, tapi masih dalam pembicaraan,” katanya kepada Katadata, Kamis (4/12). 

IPP PLTU Cirebon-1, yaitu PT Cirebon Electric Power, juga menyatakan belum mendapat penjelasan resmi dari PT PLN maupun pemerintah terkait rencana pembatalan pensiun dini.

Pembatalan Bisa Jadi Kemunduran Komitmen Transisi Energi

Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai keputusan PLN didasari ketidakpastian, karena persetujuan pensiun dini yang tak kunjung diberi pemerintah. 

Adanya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 10/2025 yang seharusnya mengatur peta jalan pengakhiran operasi PLTU, belum menghasilkan progres konkret dalam pelaksanaannya. CEO IESR Fabby Tumiwa, menilai keengganan pemerintah dan PLN untuk mewujudkan pensiun dini PLTU batu bara sebagai kemunduran komitmen transisi energi. 

Menurutnya, biaya pensiun dini terlihat tinggi karena hanya dilihat dari kompensasi kontrak. Sementara tidak mempertimbangkan manfaat ekonomi yang lebih besar, bersumber dari penurunan biaya polusi dan kesehatan publik. 

Studi IESR pada 2022, memperkirakan biaya pensiun dini PLTU di sistem PLN sesuai target Persetujuan Paris, yaitu 9,2 GW pada 2030,  memerlukan biaya mencapai US$ 4,6 miliar (Rp 73,6 triliun). Nilainya akan  meningkat menjadi US$ 27,5 miliar (Rp 440 triliun) untuk mempensiunkan PLTU sisanya hingga 2045. 

Namun, potensi penghematan yang diperoleh jauh lebih besar. Subsidi listrik batu bara yang dapat dihindari diperkirakan mencapai US$ 34,8 miliar (Rp 556 triliun), sementara penghematan biaya kesehatan publik mencapai US$ 61,3 miliar (Rp 980 triliun) pada periode yang sama. 

Selain itu, kebutuhan investasi energi terbarukan, jaringan listrik dan penyimpan energi untuk menggantikan energi dari pengakhiran operasi PLTU, serta memenuhi penambahan permintaan tenaga listrik baru sekitar US$ 1,2-1,3 triliun hingga 2050. 

Yang perlu dicatat, biaya tersebut sebetulnya merupakan investasi kelistrikan. Seluruh aset infrastruktur tersebut akan menjadi aset PLN dan negara di masa depan. 

IESR menilai, keputusan pensiun dini PLTU Cirebon-1, akan menjadi pionir bagi percepatan penghentian PLTU lainnya di Indonesia dengan menggunakan skema ETM atau blended finance, dan memperkuat transisi energi hijau di Indonesia.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...