Polisi Tetapkan Kasus Kayu Gelondongan di Sumut Jadi Penyidikan
Petugas menemukan alat bukti berupa satu dozer dan dua eskavator di area pembukaan lahan KM 8 daerah aliran sungai (DAS) Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Temuan ini membawa kasus penelusuran kayu gelondongan di aliran sungai Garoga-Anggoli naik ke status penyidikan.
Alat bukti ditemukan saat tim gabungan kepolisian, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Lingkungan Hidup menelusuri asal usul kayu yang ikut tersapu banjir hingga menutup aliran sungai Garoga dan Anggoli. Tim penyidik dan ahli menduga, kayu gelondongan tersebut berasal dari aktivitas pembukaan lahan di KM 8 dan KM 6 DAS Garoga yang terbawa arus aliran sungai.
“Tentunya ini akan kita buktikan perbuatannya apa, yang menyuruh siapa, yang mendapatkan keuntungan siapa, perorangan atau korporasi,” kata Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Polisi Moh Irhamni, saat konferensi pers pada Rabu (10/12).
Saat alat bukti ditemukan, petugas mendapati operator telah melarikan diri. Mengenai pembukaan lahan, apakah disebabkan oleh aktivitas tambang maupun pembalakan liar, petugas belum bisa memastikan. Saat ini modus operandi masih diperiksa.
Selain kasus kayu gelondongan di Sumatera Utara, Bareskrim juga mengusut tumpukan kayu yang menumpuk di Pantai Parkit, Kota Padang. Hasil penyelidikan menemukan kayu-kayu tersebut berasal dari empat daerah alisan sungai (DAS) yakni Kuranji, Air Dingin, Arau, dan Batang Kandis.
Temuan ini didapat usai tim bekerja sama dengan Dinas Kehutanan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Badan Pengelolaan DAS, dan Balai Besar Wilayah Sungai setempat untuk menelusuri asal usul kayu tersebut. Tim gabungan lalu mengambil 40 sampel kayu dari lokasi-lokasi tersebut. Berdasarkan hasil pengujian, tujuh jenis kayu yang ditemukan, yaitu kayu meranti, pulai, durian, sengon, nyawai, ketapang, dan pisang-pisang sesuai dengan vegetasi di area hulu.
Sementara itu, tidak ada perizinan berusaha pemanfaatan hutan dan pemegang hak atas tanah di sepanjang DAS wilayah Padang kota.
Dugaan Penebangan Ilegal di Kota Padang
Sebelumnya, WALHI Sumatera Barat melaporkan adanya kerusakan di hulu DAS, salah satunya di DAS Air Dingin, daerah tangkapan air utama Kota Padang.
Data satelit Citra Maxar dalam kurun waktu 2021-2025 menunjukkan beberapa hal. Tumpukan kayu bekas tebangan ditata seperti stockpile, jalan baru yang membuka hutan secara sistematis, area terbuka baru mencapai ratusan hektare, dan pola perubahan yang jelas tidak terjadi secara alami.
“Seluruh pola ini terekam jauh sebelum peristiwa galodo (banjir bandang). Ini menegaskan bahwa kayu gelondongan bukan berasal dari pohon tumbang karena hujan ekstrem,” tulis WALHI Sumbar dalam laporannya.
Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu (Subdittipiter) Polda Sumatera Barat tak menampik perubahan lahan yang tertangkap citra satelit. Hal ini ditengarai adanya pembukaan ladang oleh masyarakat. Luasnya sekitar 1-2 hektare.
Namun, saat mendatangi lokasi, petugas tidak menjumpai masyarakat terduga pengelola ladang. Sementara lahan masih tertutup longsoran. Penyelidikan baru akan dilanjutkan saat cuaca membaik.
Diketahui, ladang-ladang tersebut rata-rata sudah ditanami durian, manggis, dan buah-buahan untuk konsumsi, bukan untuk kepentingan komersil.
Menanggapi laporan WALHI Sumbar, Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Ferdinal Asmin menjelaskan, temuan pembukaan lahan itu telah diketahui bukan di area hulu. Melainkan di area tengah dekat hilir.
“Memang wilayah itu adalah batas beberapa kawasan hutan kita. Bukaan-bukaan itu ladang masyarakat,” kata Asmin.
Sedangkan longsoran di area hulu terjadi pada kawasan hutan primer, bukan ladang masyarakat. Hantaman curah hujan tinggi dan posisi tanah yang curam membuat terpaan longsor mengenai anak-anak sungai dan pemukiman sekitarnya.
