SUSTAIN Sebut Pungutan Bea Keluar Batu Bara Bisa Diarahkan ke Transisi Energi

Ajeng Dwita Ayuningtyas
12 Desember 2025, 17:51
energi bersih, transisi energi, energi terbarukan, sustain
ANTARA FOTO/Umarul Faruq/bar
Foto udara area panel tenaga surya yang terpasang di kawasan Peta Area Terdampak (PAT) lumpur Lapindo, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (30/5/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan pungutan bea keluar batu bara segera diimplementasikan 2026, dengan tarif di kisaran 1-5% per ton. Peneliti SUSTAIN Adila Isfandiari menilai, hasil pungutan bea keluar batu bara dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk membiayai transisi energi menuju energi bersih. 

Hasil kajian SUSTAIN menunjukkan, pungutan ekspor batu bara pada 2026 berpotensi menghasilkan Rp 20 triliun per tahun. Selama empat tahun kepemimpinan Presiden Prabowo, akan ada potensi hasil hingga Rp 80 triliun. 

Jika dikonversi pada proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 1 MW per Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), dana tersebut bisa membangun 4 GW listrik untuk 4.000 desa. Lalu, muncul potensi penciptaan lapangan kerja baru hingga 81.416 lapangan kerja.

Namun, untuk memastikan penerimaan negara dari batu bara sampai ke program 100 GW PLTS KDMP, butuh pengalokasian khusus.

“Kita membutuhkan earmarking, bagaimana pendapatan itu benar-benar dialokasikan Kementerian Keuangan untuk daerah-daerah,” kata Peneliti SUSTAIN Adila Isfandiari, dalam diskusi ‘‘Menakar Kelayakan PLTS 100 GW: Analisis Teknis, Finansial, dan Institusional’ di Jakarta, Jumat (12/12).

Diarahkan ke Pilot Project

Adila lalu mencontohkan pengalokasian penerimaan tersebut untuk pilot project PLTS. Sebelum mengembangkan proyek, Adila menilai sangat diperlukan pilot project sesuai dengan karakteristik desa yang ada di Indonesia.

Empat karakteristik desa yang bisa dijadikan pilot project adalah desa yang belum memiliki akses listrik, desa masih bergantung pada bahan bakar diesel yang mahal, desa dengan permintaan energi listrik yang terus meningkat, dan desa dengan potensi green title, seperti ecotourism. 

Agenda ini selain bisa menilai karakteristik desa juga untuk menakar apakah ada energi lain yang lebih murah daripada energi surya

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...