Harga Minyak Jatuh, Negara Timur Tengah Terbitkan Green Bond

Sorta Tobing
25 September 2020, 11:57
green bond, obligasi hijau, investasi hijau, energi terbarukan, harga minyak
ANTARA FOTO/REUTERS/Phil Noble/aww/cf
Ilustrasi. Saudi Electricity Co dan Qatar National Bank baru saja menerbitkan obligasi berbasis ramah lingkungan atau green bond pada September 2020.

Penurunan harga minyak akibat pandemi corona memicu negara-negara Timur Tengah mendiversifikasi ekonominya. Salah satu langkah drastis yang mereka lakukan adalah berinvestasi ke energi baru terbarukan atau EBT.

Saudi Electricity Co dan Qatar National Bank baru saja menerbitkan obligasi berbasis ramah lingkungan atau green bond pada bulan ini. Hasil penerbitan surat utangnya untuk mendanai proyek ramah lingkungan, termasuk infrastruktur untuk distribusi tenaga terbarukan.

Sukuk hijau senilai US$ 1,3 miliar yang Saudi Electricity terbitkan merupakan langkah investasi hijau pertama dari negara pengekspor minyak terbesar di dunia itu. Lalu, Qatar National Bank menerbitkan produk serupa senilai US$ 600 juta.

Total surat utang ramah lingkungan di kawasan itu mencapai US$ 2,5 miliar pada 2020, naik lima kali lipat dari 2017. Mesir pun dikabarkan akan menerbitkan sekuritas hijau senilai US$ 500 juta dalam waktu dekat.

Para analis melihat inisiatif ini menjadi langkah positif bagi negara-negara Teluk dalam menyeimbangkan kesejahteraan rakyatnya dan penurunan pendapatan dari ekspor minyak. “Mengingat emisi karbon per kapita yang tinggi, skema green bond cocok untuk ekonomi di sana,” kata analis Moody’s Investor Service Thomas Le Guay, dikutip dari Bloomberg, Jumat (25/9).

Kepala Pasar Utang Deutsche Bank AG Khalid Rashid berharap momentum penerbitan surat utang ramah lingkungan ini tetap kuat. “Permintaan dari investor global dan lokal sedang meningkat,” ucapnya.

Tapi kritik pun tetap muncul dengan keputusan penerbitan green bond dari negara Timur Tengah. Manajer GAM Investments yang berbasis di London Paul McNamara menyebut surat utang itu hanya label saja dan tidak mau membelinya. “Ada banyak negara yang melakukan hal tidak baik bagi lingkungan. Arab Saudi mungkin yang paling buruk,” katanya.

HSBC Global Asset Management pun mengatakan mereka menentang perusahaan dan pemerintah yang hanya memanfaatkan momentum penerbitan obligasi hijau, tanpa target pengurangan karbon. Menurut survei Vontobel Asset Management, tujuh dari 10 manajer keuangan saat ini sangat mempertimbangkan faktor lingkungan, sosial dan tata kelola atau ESG dalam mengelola asetnya.

“Tema ESG sedang naik daun secara global. Covid-19 mempercepat pentingnya tema itu,” kata Sergey Dergachev, manajer dari Union Investment Privatfonds GmbH yang membeli obligasi Saudi Electricity dan Qatar National Bank.

Harga minyak masih berada di kisaran US$ 40 per barel saat ini. Angka tersebut masih jauh dari titik tertingginya pada awal 2020, sebelum pandemi, yang mencapai kisaran US$ 60 per barel. Namun, lebih baik dari harga pada April tahun ini, yakni sekitar US$ 20 per barel, bahkan minyak mentah West Texas Intermediate sempat menyentuh angka negatif.

Penurunan harganya menyebabkan banyak perusahaan minyak dunia merugi. Mereka juga terpaksa menunda berbagai proyeknya untuk menekan biaya operasional.

Pasar Green Bond Dapat Capai US$ 1 Triliun

Aset dan investasi dengan tujuan lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik alias ESG investment telah naik US$ 1 triliun secara global, menurut catatan Forbes pada awal bulan ini. Nilainya naik dua kali lipat dalam tiga tahun terakhir.

Masuknya Jerman dalam obligasi hijau pada bulan ini merupakan perkembangan paling signifikan. Surat utang negara itu selama ini dianggap yang paling aman di zona euro karena bebas risiko. Karena itu, penjualan green bond-nya dapat menjadi referensi penerbitan surat utang serupa.

Obligasi hijau Jerman akan dipasangkan dengan jaminan surat utang konvensional bertenor dan kupon yang sama. Investor dapat menukar obligasi hijau mereka dengan obligasi konvensional setiap saat. Struktur ini dirancang untuk menghilangkan ketakutan sekuritas hijau yang kurang likuid akan diperdagangkan dengan harga lebih rendah.

Dengan masuknya Jerman, nilai pasar obligasi hijau diperkirakan mencapai US$ 1 triliun pada tahun depan. “Pasar obligasi hijau tumbuh setiap tahun, tapi langkah Jerman bisa membuka pintu air,” kata manajer portofolio di AXA Investment Managers, Johann Ple.

Nilai US$ 1 triliun itu sebenarnya terbilang kecil dari keseluruhan pasar utang. Jadi, menurut Ple, langkah tersebut baru awal perjalanan, peluang masih terbuka lebar.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...