Kementerian ESDM: Moratorium Proyek Baru PLTU Kunci Dekarbonisasi 2050

Image title
31 Mei 2021, 12:13
pltu, pembangkit listrik, dekarbonisasi
123rf.com/Jeeraphun Juntree
Ilustrasi PLTU.

Pemerintah berencana untuk menyetop pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru setelah 2025. Langkah ini dinilai akan berdampak signifikan pada upaya mencapai dekarbonisasi di 2050 dengan mengurangi konsumsi batu bara yang menjadi bahan bakar PLTU.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan penghentian proyek PLTU baru akan membuka kesempatan bagi Indonesia untuk mencapai target dekarbonisasi pada 2050.

"Apabila PLTU tidak disetop, akan sulit untuk EBT masuk, dan juga ini tidak sejalan dengan arah net zero carbon," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (31/5).

Sejak 2008, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mendominasi kapasitas pembangkit di Indonesia. Pada Juni 2020, pembangkit tersebut telah menghasilkan 35.220 MW atau 50% dari total kapasitas. Pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) menyusul dengan 20.537 MW. Simak databoks berikut:

Senada, Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Paul Butarbutar menilai rencana pemerintah menyetop proyek PLTU batu bara baru perlu didukung setelah tahun 2025. Pasalnya hal ini akan berdampak cukup signifikan untuk mencapai dekarbonisasi di 2050.

Setidaknya, dengan masa kontrak 25 tahun, maka PLTU yang menandatangani jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) di 2025 sudah seharusnya pensiun di 2050. Dengan begitu maka sudah tidak ada lagi PLTU yang beroperasi pada tahun tersebut.

Kecuali PLTU itu menggunakan teknologi yang mampu menekan emisi dengan teknologi Carbon Capture Utilisation and Storage (CCUS). Meski demikian, penggunaan teknologi ini masih kurang ekonomis jika dibandingkan dengan menggunakan pembangkit energi terbarukan.

"Kalau pake CCUS kan berarti tidak ada emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan ke atmosfer, tapi pertanyaannya, apakah feasible untuk pake PLTU+CCUS?," kata Paul.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana sebelumnya mengatakan pemerintah tak lagi menerima usulan pembangunan PLTU baru, kecuali meneruskan beberapa proyek yang sudah terlanjur dalam tahap pemenuhan pembiayaan dan konstruksi.

Adapun dalam draft RUPTL 2021-2030, porsi pembangkit EBT direncanakan sebesar 48%, sedangkan pembangkit fosil sebesar 52%. Angka tersebut lebih besar jika dibandingkan porsi pada RUPTL 2019-2028 yang hanya 30% untuk pembangkit EBT dan 70% untuk pembangkit fosil.

"Jika dibandingkan, kami bisa klaim RUPTL sekarang dari sisi komposisi pembangunan pembangkit fosil dan non fosil yang lama itu 30% EBT dan 70% fosil," ujarnya dalam RDP bersama Komisi VII, Kamis (27/5).

PLN juga telah diminta untuk setop membangun PLTU paling tidak pada 2025, terutama jika ingin menjadi perusahaan yang netral karbon pada 2050. Pasalnya untuk mencapai target tersebut, maka puncak emisi karbon harus terjadi pada 2030.

Namun perusahaan setrum pelat merah ini menyatakan baru akan fokus pada pembangkit energi terbarukan setelah merampungkan mega proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW). Padahal 20.000 MW dari proyek tersebut berasal dari PLTU.

Reporter: Verda Nano Setiawan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...