Ancaman Perubahan Iklim, METI Desak RI Bebas Karbon Paling Lambat 2050
Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mendesak agar target nol emisi karbon (net zero emissions) di Indonesia dapat tercapai paling lambat pada 2050. Pasalnya, ancaman dari perubahan iklim kian nyata.
Ketua Umum METI Surya Darma mengatakan salah satu dampak perubahan iklim adalah naiknya permukaan air laut yang berpotensi menenggelamkan pulau-pulau di Indonesia. Oleh karena itu target nol emisi karbon tidak boleh lagi mengacu pada skenario 2060 atau 2070.
"Saya dapat info ada dua pulau di sekitar Sumatera sudah tenggelam. Jadi kalau itu benar, artinya harus ada skenario gak boleh 2070, 2060 harus 2050," ujar dia dalam diskusi Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (28/6).
Menurut dia untuk menurunkan emisi karbon di tahun 2050 maka harus ada peningkatan pemanfaatan energi terbarukan secepatnya. Setidaknya harus dibuat roadmap atau peta jalan yang jelas. Simak realisasi penurunan emisi gas rumah kaca pada sektor ESDM pada databoks berikut:
METI sebelumnya pernah mengusulkan upaya menurunkan emisi karbon kepada Presiden Joko Widodo. Salah satunya melalui program Indonesia Renewable Energy (RE) 50/50 Initiative atau penggunaan energi baru terbarukan minimal 50% pada 2050.
Surya juga mendorong pemerintah agar memangkas subsidi energi fosil. Hal ini lantaran keberpihakan pemerintah terhadap sektor pertambangan dalam Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja terlihat terang benderang.
Keberpihakan tersebut berupa royalti 0% untuk perusahaan batu bara yang melakukan hilirisasi. "Seperti di UU Cipta Kerja (pertambangan) diberikan royalti itu kan tidak adil bagi (sektor) energi terbarukan yang tidak mendapat hak itu," ujarnya.
Oleh sebab itu, METI menanti rancangan undang-undang energi terbarukan. Dalam UU tersebut, METI mengusulkan adanya badan pengelola yang bertanggung jawab mengatur sumber energi tersebut secara independen.
"Kami menyebutnya badan pengelola EBT. Kita harus belajar dari negara lain. Sehingga ada upaya khusus yang harus lebih fokus kita melakukan transisi," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar mengatakan Indonesia sulit mencapai target nol emisi karbon pada 2050. Alasannya, strategi jangka panjang yang digunakan untuk penurunan emisi karbon di Indonesia tertinggal dibandingkan dengan negara maju.
Menurutnya sektor energi di Indonesia baru akan mengalami puncak emisi pada 2030. Sementara beberapa negara yang menuntut Indonesia mencapai netral karbon pada 2050 telah mencapai puncak emisinya pada 1979.
Artinya negara tersebut mempunyai periode dari tahun 1979 hingga 2050 selama 71 tahun. Sedangkan Indonesia perlu kerja keras karena baru mulai mencapai puncak emisinya pada 2030, atau 20 tahun hingga target 2050.
"Kalau internasional meminta kita 2050 sudah zero (emisi karbon) tetapi di Indonesia yang terjadi tidak bisa semudah itu," kata dia dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR, Senin (14/6).
Dia memperkirakan target yang memungkinkan untuk Indonesia mencapai netral karbon pada 2060 atau sama dengan target yang dicanangkan Tiongkok. Dengan pertimbangan beberapa hal, misalnya seperti pengembangan teknologi, pemanfaatan hidrogen dan pengembangan energi baru lainnya.